Powered By Blogger

Rabu, 09 Desember 2015

IDEOLOGI DI BALIK ROKOK

BAB I
PENDAHULUAN
A.             Latar Belakang
Tentunya kita masih ingat beberapa bulan yang lalu ada perdebatan diantara dua organisasi masyarakat islam terkait hukum merokok, salah satu pihak ada yang mengfatwakan bahwa hukum merokok itu haram dengan argumentasi merokok dapat merusak keseahatan manusia, dan ada juga yang megfatwakan rokok itu boleh denga argumentasi sejarah dan juga pertimbangan kemaslahatan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Dalam perdebatan kedua organisasi masyarakat islam tersebut Majelis Ulama Indonesia (MUI) tiba tiba bagai pahlawan kesiangan yang mencoba menengahi berdepatan itu dengan mengeluarkan fatwa keharaman dan kebolehan rokok tergantung usia si perokok, usia dibawah 12 tahun haram hukumnya untuk merokok.orang dibawah usia 17 tahun makruh hukumnya untuk merokok, orang diatas 17 tahun dibolehkan untuk merokok.
Rokok dihisap dan ditemukan oleh Columbus pada tahun 1492 di Pulau Bahamas dari kebudayaan Suku Indian dalam ritual mereka. Dan jika kita melacak tradisi merokok sudah ada sebelum masuknya islam di Indonesia, rokok mulai dikenal sejak dibukanya perdagangan dunia, pedagang-pedagang dari Amerika dan Eropa membawa dan menghisap rokok untuk menghangatkan badan mereka.
Semakin berkembangnya zaman di Indonesia, industri dan perdagangan rokok semakin maju, banyak berdiri pabrik-pabrik rokok dan menjamurnya para petani tembakau, bahkan hasil dari pajak rokok menjadi salah satu sumber terbesar pemasukan devisa Negara, serta perdagangan tembakau mampu mengangkat perekonomian petani tembakau di Indonesia.
Namun yang menjadi perdebatan adalah kandungan-kandungan didalam rokok yang dipandang oleh salah sebagian orang berbahaya untuk kesehatan manusia, sangat jarang orang yang memandang rokok dari sudut pandang positif, diluar perdebatan itu banyak sekali orang yang meniscayakan terkait industri rokok dengan kemaslahatan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Dari perdebatan itu lalu muncullah berbagai fatwa terkait hukum merokok yang sampai saat ini pun masih manjadi perdebatan, berangkat dari itu kami mencoba menelusuri dari berbagai sudut terkait argumentasi-argumentasi orang dalam memandang masalah rokok dan kemudian menjadi prinsip dalam mengfatwakan hukum terkait rokok.

B.              Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dan sejarah dari rokok ?
2.      Apa kandungan rokok, bahaya dan manfaat dari rokok ?
3.      Bagaimana urgensi rokok jika dilihat dari aspek sosial dan ekonomi Negara ?
4.      Apa hukum merokok ?




BAB II
HUKUM MEROKOK
A.    Pengertian dan Sejarah Rokok
1.      Pengertian Rokok
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (variasi bergantung kepada negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya untuk dapat dihisap melalui mulut pada ujung yang lain.
Terdapat dua jenis rokok, yaitu rokok yang bertapis (terdapat filter/ saringan berupa gabus) dan tidak bertapis. Rokok yang bertapis dibuat dari bahan busa serabut sintetik yang berfungsi untuk menyaring nikotin.
Rokok biasanya dijual dalam kemasan kertas kotak, namun ada juga yang dikemas dalam plastik yang sederhana. Dewasa ini, bungkusan tersebut juga umumnya disertai dengan pesan kesehatan yang memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan akibat merokok.
2.      Sejarah Rokok
Manusia di dunia yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh pada abad ke-9. Pada abad 16, ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul dikalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata. Abad 17 para pedagang Spanyol masuk ke Turki dan saat itu kebiasaanmerokok mulai masuk negara-negara Islam.




B.     Kandungan, Bahaya, dan Manfaat Rokok
C.1. Kandungan Merokok
Baru-baru ini Kelompok Studi Nano Sain Universitas Brawijaya Malang telah melakukan studi dampak positif asap rokok kretek melalui proses peluruhan radikal bebas yang dinamakan Divine Kretek. Riset ini dilakukan Guru Besar Biologi Sel Universitas Brawijaya Malang, Profesor Dr. Sutiman B. Sumitro, bersama ahli Kimia-Fisika senior Dr. Gretta Zahar dan tim yang terdiri dari ahli bidang kedokteran, Kimia dan Fisika.
Profesor Dr. Sutiman B. Sumitro dalam penelitiannya mengemukakan, Divine Kretek telah berhasil membantu memperbaiki kualitas hidup penderita berbagai penyakit degeneratif seperti kanker, stroke, altsheimer, gagal ginjal, hepatitis, spasmophile, myastemia, autism, cerebal palsy, dan down syndrom.[1] Karena Divine kretek dapat mengendalikan mengendalikan bahaya radikal bebas dan logam merkuri yang terkandung dalam darah.
Selain itu, lanjutnya serangkaian uji coba terhadap kelompok hewan serta relawan perokok telah dilakukan. Asap ini diduga kuat mempercepat proses detoksifikasi karena mampu memperkecil racun tubuh pada skala nano (sepersemiliar meter). Dalam bentuk nano, racun dapat keluar dari jaringan tubuh dan kulit tanpa merusak sehingga tidak meninggalkan bekas luka.
C.2. Manfaat Rokok
Kebanyakan orang lebih banyak berbicara atau melihat rokok dari sisi negatifnya saja, soal kesehatan misalnya, dan sangat jarang bicara soal merokok dari sisi positifnya. Karena disamping bahaya rokok, terselip juga manfaat dari merokok yang justru lebih penting dari kebalikannya. Inilah beberapa manfaat dari merokok sebagai berikut12:
1.      Menurut Woodrow Wyatt, peneliti dari Inggris dalam artikel yang di muat di The Times (Juli 1994), orang merokok di Glasgow tidak lebih banyak dari mereka yang ada di Bournemouth (kota sebelah selatan Glasgow). Tapi ternyata angka penderita penyakit jantung di Glasgow lebih banyak dari pada di Bournemouth.
2.      Orang Yunani yang mendapat subsidi tembakau dari Uni Eropa, merupakan perokok terberat di dunia, namun angka rata-rata penderita kanker wanita terendah dan terendah kedua bagi pria. Demikian pula untuk penyakit jantung dan pernafasan, sangat sedikit. Hal ini disebabkan orang Yunani banyak mengkonsumsi ikan dan minyak zaitun yang mengandung lemak tak jenuh ganda.
3.      Seorangahli THT ternama di AS mengatakan, bahwa ia menyarankan pada mantan perokok yang terserang batuk, untuk menghisap dua batang rokok sehari, dan hal itu menyembuhkan mereka.
4.      Dr. James Le Fanu di AS menulis: “Perokok mempunyai resiko 50% lebih sedikit terkena penyakit alzheimer (pikun), dan banyak perokok yang mempunyai perlindungan lebih banyak dari penyakit ini. ”The New England Journal of Medicine tahun 1985 menulis, para perokok yang terkena kanker endometrik kandungan 50% lebih sedikit dari pada nonperokok.
5.      Menurut artikel di Journal of The American Medical Association, penyakit kanker ususdan ulcerative, 30-50% lebih besar berpotensi menyerang nonperokok.
6.      The American Government’s Health and Nutrition Examination Survey, menemukan kemungkinan osteo-arthritis menyerang perokok berat 5 kali lebih kecil dari pada nonperokok.
7.      Menurut Prof. Petrus Budi Santoso, rokok bisa menolong manusia dari terkaman parkinson (sindrom yang membuat organ tubuh bergetar liar dan susah di kontrol). Sebab, dalam rokok terdapat nikotin yang dapat menghambat berkurangnya sel-sel di otak, yang mengakibatkan gangguan pada saraf. Ahli penyakit saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga itu mengaku pernah meneliti dampak nikotin terhadap parkinson pada tahun 1987. Ia meneliti 100 pria perokok dan 100 pria tak merokok, yang semuanya penderita parkinson. Mereka rata-rata berusia di atas 50 tahun. “Ternyata mereka yang perokok tidak cepat parah penyakitnya,” katanya.
8.      Di Inggris, pada akhir perang dunia kedua, penderita jantung mengalami penurunan secara drastis padahal jumlah perokok waktu itu sangat tinggi.
Selama ini rokok di cap sebagai biang kerok dari berbagai jenis penyakit horor. Para ahli kedokteran pun tidak berani membuktikan kemungkinan doktrin itu salah. Sejauh ini memang di perlukan satu studi yang seimbang dan objektif mengenai apa yang menyebabkan sakit, termasuk keuntungan dan kerugian merokok. Dan melihat kembali sisi positif dari kandungan-kandungan yang ada dalam rokok bagi kesehatan tubuh manusia.[2]

C.    Urgensi Rokok dari Aspek Sosial dan Ekonomi Negara
Merokok, dalam wacana keseharian adalah suatu perbuatan yang terlanjur mendapatkan stigma buruk di masyarakat. Dampak Rokok menyangkut berbagai bidang, yaitu ekonomi, kesehatan, psikis dan sosiologis. Namun di sisi lain, industri rokok berhasil mempergiat petani tembakau, menumbuhkan perdagangan tembakau, membuka kesempatan kerja, dan menyumbang penghasilan pajak dan devisa negara.
Industri Kecil dan Menengah (IKM) rokok di Indonesia terus berguguran karena kebijakan pemerintah yang dinilai tak mendukung keberadaan industri yang banyak menyerap tenaga kerja ini.
Pada hari kamis tanggal 19 Mei 2012, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Derajat Kusumanegara di Jakarta berujar, "Pabrik rokok padat karya dalam skala kecil dan menengah harus tetap hidup. Produsen rokok skala kecil dan menengah terus mengalami penurunan dari 500 menjadi 120 produsen." ()
Menurut Derajat, pabrik rokok padat karya adalah pabrik rokok yang masih mempekerjakan buruhnya dengan cara mengolah rokok kretek dengan tangan. Di Indonesia, pabrik rokok sigaret kretek tangan (SKT) jumlahnya sangat banyak, namun banyak kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada industri rokok.
Kebijakan pemerintah, seharusnya benar-benar adil dan tidak memihak industri rokok yang sudah besar saja. Selama ini, cukai rokok terhadap negara memberikan pemasukan yang sangat besar, dan itu tak hanya disumbangkan pabrik rokok skala besar.
Dihubungi terpisah, Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto mengatakan pabrik rokok kecil dan menengah terus berguguran karena tingginya harga bahan baku rokok, seperti cengkeh dan tembakau. Adapun jumlah pabrik rokok kini tinggal 1.330 unit atau turun 55,6 persen.
Dari sini kita dapat melihat begitu besar pentingnya rokok dari aspek sosial dan ekonomi Negara, yang mana sangat berpengaruh akan kemajuan di suatu Negara tertentu khususnya Indonesia. Dan salah satu akibat dari Penurunan jumlah pabrik rokok yang telah nampak dewasa ini adalah harga bahan baku yang terus mengalami kenaikan.

D.    Hukum Merokok
Hukum merokok tidak disebutkan secara jelas oleh al-Quran dan sunnah, oleh karena itu banyak muncul pendapat mengenai penetapan hukum merokok baik oleh ulama maupun organisasi keagamaan yang keputusan hukumnya sering menjadi rujukan bagi masyarakat banyak.
Terdapat khilafiyah hukum rokok menjadi 3 (tiga) versi. Pertama, haram. Antara lain pendapat Muhammad bin Abdul Wahab, Abdul Aziz bin Baz, Yusuf Qaradhawi, Sayyid Sabiq, dan Mahmud Syaltut. Kedua, makruh. Antara lain pendapat Ibnu Abidin, Asy-Syarwani, Abu Sa’ud, dan Luknawi. Ketiga, mubah. Antara lain pendapat Syaukani, Taqiyuddin Nabhani, Abdul Ghani Nablusi, Ibnu Abidin, dan pengarang Ad-Durrul Mukhtar.[3]
Sedangkan di Indonesia sendiri, Dewan Hisbah Persatuan Islam yang menetapkan hukum merokok adalah makhruh dan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang memutuskan hukum merokok makruh dan haram sedangkan keharamannya khusus pada anak-anak, wanita hamil, dan ditempat umum. Sebagaimana layaknya masalah yang hukumnya digali lewat ijtihad, maka dalam kasus merokok juga terjadi persilisihan dalam penetapan hukumnya. Penyusun tertarik untuk meneliti bagaimana metode istintinbat hukum yang dilakukan oleh Dewan Hisbah Persatuan Islam dan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dan faktor apa yang melatarbelakangi penetapan hukum merokok tersebut.
Menurut kami, pendapat yang rajih (kuat) adalah yang memubahkan, kecuali bagi individu tertentu yang mengalami dharar (bahaya) tertentu, maka hukumnya menjadi haram bagi mereka.
Rokok hukum asalnya mubah, karena rokok termasuk benda (al-asy-ya`) yang dapat dihukumi kaidah fiqih Al-ashlu fi al-asy-ya` al-ibahah maa lam yarid dalil at-tahrim (hukum asal benda mubah selama tak ada dalil yang mengharamkan). (Ibnu Hajar ‘Asqalani, Fathul Bari, 20/341; Suyuthi, Al-Asybah wa An-Nazhair, hal. 60; Syaukani, Nailul Authar, 12/443). Maka rokok mubah karena tak ada dalil khusus yang mengharamkan tembakau (at-tabghu; at-tanbak).
Namun bagi orang tertentu, rokok menjadi haram jika menimbulkan dharar (bahaya) tertentu, sedang rokok itu sendiri tetap mubah bagi selain mereka. Dalilnya kaidah fiqih Kullu fardin min afrad al-amr al-mubah idza kaana dhaarran aw mu`addiyan ilaa dhararin hurrima dzalika al-fardu wa zhalla al-amru mubahan (Setiap kasus dari sesuatu (benda/perbuatan) yang mubah, jika berbahaya atau mengantarkan pada bahaya, maka kasus itu saja yang diharamkan, sedangkan sesuatu itu tetap mubah). (Taqiyuddin Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, 3/457). Berdasarkan ini, rokok haram hanya bagi individu tertentu yang terkena bahaya tertentu, semisal kanker jantung atau paru-paru. Namun tak berarti rokok lalu haram seluruhnya, tetapi tetap mubah bagi selain mereka.
Kriteria bahaya yang menjadikan rokok haram ada 2 (dua). Pertama, jika mengakibatkan kematian atau dikhawatirkan mengakibatkan kematian. Bahaya semacam ini haram karena termasuk bunuh diri (QS An-Nisaa` : 29). Kedua, jika mengakibatkan seseorang tak mampu melaksanakan berbagai kewajiban, semisal bekerja, belajar, sholat, haji, jihad, berdakwah, dll. Bahaya ini diharamkan berdasar kaidah fiqih al-wasilah ila al-haram haram (Segala perantaraan yang mengantarkan pada yang haram, hukumnya haram). (M. Husain Abdullah, Mafahim Islamiyah, 2/155).
Jika bahaya belum sampai pada kriteria di atas, maka rokok tetap mubah. Namun lebih baik meninggalkan rokok. Sebab merokok (tadkhin) dalam kondisi ini (tak menimbulkan kematian atau meninggalkan yang wajib), adalah tindakan menimbulkan bahaya pada diri sendiri yang hukumnya makruh.
Dalilnya, Nabi SAW pernah ditanya tentang seorang lelaki yang bernadzar akan berdiri di terik matahari, dan tidak akan duduk, berbuka pada siang hari (berpuasa), berteduh, dan berbicara. Nabi SAW bersabda,”Perintahkan ia untuk berteduh, berbicara, dan duduk, namun ia boleh menyempurnakan puasanya.” (HR Bukhari). Dalil ini menunjukkan larangan menimbulkan bahaya pada diri sendiri. Namun karena larangan ini tidak tegas (jazim), maka hukumnya makruh, bukan haram. (M. Husain Abdullah, ibid, 2/147). Wallahu a’lam.








BAB III
KESIMPULAN
            Dari uraian makalah diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa hukum-hukum  merokok tidak selamanya rokok itu haram, dan tidak selamanya rokok itu selalu diperbolehkan,ada illat tersendiri yang mempengaruhi itu,kita harus jeli sebelum menghakimi rokok itu haram atau boleh.
Kami menarik benang merah bahwasanya ketika meliat illatnya hukum rokok ada empat macam, yaitu mubah, makruh, halal dan haram. Hukum rokok dikatakan mubah ketika meliat illatnya kaidah fiqih Al-ashlu fi al-asy-ya` al-ibahah maa lam yarid dalil at-tahrim (hukum asal benda mubah selama tak ada dalil yang mengharamkan). (Ibnu Hajar ‘Asqalani, Fathul Bari, 20/341; Suyuthi, Al-Asybah wa An-Nazhair, hal. 60; Syaukani, Nailul Authar, 12/443). Maka rokok mubah karena tak ada dalil khusus yang mengharamkan tembakau (at-tabghu; at-tanbak).
            Sedangkan hukum rokok dikatakan makruh jika rokok itu karena tidak dipandang mempunyai manfaat yang lebih dan tidak ada kerugian yang sangat terkait merokok. Pada satu sisi hukum rokok di katakana haram jika rokok itu sudah sampai mengandung keburukan yang akut,entah itu terkait masalah kesehatan maupun ekonomi. Dan rokok dipandang halal karena terkadang rokok juga bermanfaat untuk seseorang.



DAFTAR PUTAKA

1.      Media Gatehering di Jakarta, Senin (7/2/2011).
3.      Wizarat al-Awqaf Al-Kuwaitiyah, al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, Juz 10,
4.      Abdul Karim Nashr, Ad-Dukhan Ahkamuhu wa Adhraruhu,
5.      Ali Abdul Hamid, Hukm ad-Din fi al-Lihyah wa At-Tadkhin
6.        Syek Jampes, Kopi dan Rokok.



[1] Media Gatehering di Jakarta, Senin (7/2/2011).
[3] Wizarat al-Awqaf Al-Kuwaitiyah, al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, Juz 10, Bab “At-Tabghu”; Abdul Karim Nashr, Ad-Dukhan Ahkamuhu wa Adhraruhu, hal. 23; Ali Abdul Hamid, Hukm ad-Din fi al-Lihyah wa At-Tadkhin, hal. 42

Tidak ada komentar:

Posting Komentar