Powered By Blogger

Rabu, 09 Desember 2015

AYAT-AYAT JIHAD

A.    Surat At-Taubah (9) ayat ke-24 (Cinta Haqiqi Melalui Jihad fi Sabilillah)
قل إن كان أبآؤُكُم وأبنآؤكم واخوانكم وأزواجكم وعشيرتكم وأموال اقترفتموهاوتجارة تخشون كسادها ومساكن ترضونها أحبّ إليكم من الله ورسوله وجهاد في سبيله فتربّصوا حتى يأتي الله بأمره والله لا يهدى القوم الفاسقون *  
“katakanlah, “jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kalian usahakan, perdagangan yang kalian khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai, (semua itu) lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.”
Makna Mufrodat
·         عشيرة             : merupakan sinonim dari أهل  yang berarti kaum keluarga dan kerabat dekat.[1]
·         اقترفتموها         : merupakan fi’lun mudhori’ yang bersubjek “kalian” asal artinya “mengupas sesuatu” namun disini berarti “ yang diusahakan/ ditimbun”[2], sedangkan dhamir Ha tersebut sebagai kata ganti dari kata أموال (harta).
·         تربّصوا            : ialah sinonim dari kata انتظروا yang memiliki arti “menanti atau menunggu.”[3]
Asbabun Nuzul
            jdklajdlajkdk
Tafsir ayat
Ayat diatas merupakan ayat Al-Qur’an yang berisi seruan dan peringatan Allah SWT. bagi orang-orang yang mencintai segala hal melebihi kecintaannya kepada Allah, Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya.
Menurut penafsiran Syekh Ahmad as-Shawi al-Maliki dalam karyanya, ia menafsirkan bahwa Allah SWT. mengancam bagi orang-orang fasik yakni orang-orang yang lebih mencintai keluarga-keluarganya, kekasihnya, dan kerabat-kerabatnya baik yang dekat maupun jauh, daripada mencintai Allah, Rasul-Nya dan berjihad dengan atas nama-Nya. Di dalamnya pula berisi ancaman bagi mereka yang mengenyampingkan Allah karena kegemaran mereka terhadap harta benda dan seluruh aktifitas mereka serta segala sesuatu yang mereka miliki yang ada demi kepentingan mereka. Orang-orang tersebut megkawatirkan kehilangan segala harapannya melebihi kekawatiran mereka akan kehilangan (dijauhkan dari) Dzat Yang Maha Menciptakan dan Maha Berkehendak atas segala sesuatu dari diri mereka serta mengenyampingkan untuk berjihad dan berkorban kepada-Nya.
Maksud berjihad pada ayat di atas ialah berjihad dalam artian sebenarnya yang menjadikan dari segala perbuatan, perasaan, maupun segala sesuatu yang kita miliki sebagai titik tolak atas kecintaan kita semata-mata kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, tidak justru memberikan kerugian, kerusakan, dan kekerasan yang menjadi larangan-Nya. Juga arti jihad disini yakni, segala usaha yang memerlukan pencurahan tenaga dan pikiran dalam rangka memperoleh ridho Allah SWT, baik berupa ibadah atau perbuatan khusus yang bersifat individual, maupun ibadah atau perbuatan umum yang bersifat kolektif, berupa amar ma’ruf nahi mungkar.[4]
B.     Surat  At-Taubah (9) ayat ke-73 (Jihad Adalah Ketegasan)
يآيّها النّبيُّ جاهدِ الكُفّارَ والمُنافقين واغلُظْ عليهم ومَأواهُم جهنّمُ وبِئسَ المصيرُ *
“Wahai Nabi! Berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang menafiq, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah Neraka Jahanam. Dan itulah seburuk-buruknya tempat.”
Makna Mufrodat
·         اغلُظْ    : bersikap keras (tegas) dan benci.[5]
·         مَأواهُم  : sinonim dari kata مكان yang berarti “tempat,” sedangkan dhomir هم kata ganti dari الكُفّارَ والمُنافقين.
·         بِئسَ     : berarti seburuk-buruknya.
Asbabun Nuzul
            Mengenai asbabun nuzul ayat ini berkolerasi dengan satu ayat setelahnya, disebutkan bahwa, ada beberapa orang munafiq berkeinginan keras untuk membunuh Nabi saw. ketika dalam perang Tabuk pada malam hari di tengah perjalanan. Jumlah mereka belasan orang. Adh-Dhahak mengatakan; “Ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang tersebut.”[6]
Tafsir Ayat
            Melihat dari asbabun nuzulnya, Firman Allah SWT. yang termaktub dalam surat At-Taubah ayat ke-73 ini berbicara tentang seruan kepada Nabi Muhammad saw. untuk berjihad melawan orang-orang munafiq yang membahayakan dan akan mendatangkan keburukan. Selain itu, ayat tersebut menuntut beliau untuk bersikap tegas terhadap mereka. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ayat ini memiliki keterkaitan dengan wafatnya Rasullah saw. selang berapa waktu pasca turunnya ayat.[7]
            Terdapat beberapa versi pendapat tentang jihad dalam terminology ayat ini. Diantaranya, ada yang memahami jihad secara literlek, yakni bersikap keras dan dengan mengangkat senjata melawan orang-orang kafir. Ada pula yang memahaminya dengan cara diplomasi, dengan tangan dan lidah. Sedang pendapat yang lainnya mengatakan bahwa perintah berjihad terhadap orang-orang kafir dan orang-orang munafiq dengan menampakkan raut wajah yang tidak menyenangkan bagi mereka.
            M. Qurais Shihab menjelaskan tiga dimensi terminology perintah yang telah dikemukakan di atas dengan memaknainya dengan cara yang sesuai. Jihad fi sabilillah di sini, bukan hanya bagi dengan memanggul senjata, tetapi jihad di sini juga bisa dipahami bagi orang-orang yang berjihad dengan pena (tulisan) dan lidah (para da’i, guru, dll.), bahkan dengan cara lain sesuai kondisi situasi dan melihat perkembangan zaman saat ini. Sedangkan keharusan bersikap keras terhadap orang-orang kafir dan munafiq dari ayat di atas, karena alasan sifat-sifat mereka yang bertolak belakang dan menentang sifat-sifat orang-orang mukmin. Namun perlu diperhatikan dengan cermat dan seksama, hal tersebut bukan bermakna satu-satunya perintah jihad hanya dengan kekerasan dan bukan berarti Rasullah adalah orang yang keras, justru sebaliknya beliau mencontohkan kepada umatnya dengan kelembutan sifat yang beliau miliki dan pemaaf.





DAFTAR PUSTAKA
Al-Maliki, Ahmad As-Shawi, As-Shawi ala Al-Jalalain Juz 3.
Al-Jalalaen, Tafsirul Qur’anil Al-‘Adzim, Thn. 1981.
Al-Busharwi, Ibnu Katsir Al-Quraisy, Tafsir Ibnu Katsir jilid 4, Terj. M. Abdul dkk., Bogor: Pustaka Imam Syafi’I, 2004.
Al-Jawi, Muhammad an-Nawawi, At-Tafsir Al-Munir Juz 2.
Al-Jawi, Abdue Ra’uf bin Ali Al-Fanshuri, Al-Qur’anul Al-Karim (Tarjamnul Mustafid).
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Al-Madinah Al-Munawwarah.
Lajnah pentashih Mushaf Al-Qur’an, AL-‘ALIM (Al-Qu’an dan Terjemahnya), Al-Mizan : Jakarta, Cet. ke-8, 2009.




[1] Syekh Ahmad as-Shawi al-Maliki, As-Shawi ala al-Jalalain  juz 1-2, hal. 122.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Muhammad Chirzin, Jihad dalam Al-Qur’an “Talaah Normatif, Historis, dan Prospektif”, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997, hal.38.
[5] Ibid 1.
[6] Tafsir Ibnu Katsir Juz 10, terjemah M. Abdul dkk., Bogor: Pustaka Imam Syafi’I, 2004, hal. 171.
[7] Ibnu ‘Ausy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar