Powered By Blogger

Rabu, 09 Desember 2015

ISLAM NUSANTARA (JAWA-ACEH)


1.      Islam Di Aceh
            Dalam di aceh tidak lepas dari peranan ulama dalam segala aspek kehidupan. Dalam masyarakat Aceh golongan ulama adalah salah satu kelompok yang sangat penting, antara lain karena posisinya sebagai pemimpin-pemimpin informal. Dalam sejarah masyarakat Aceh, terdapat hubungan anatar ulama, masyarakat dan pemerintah sangatlah intim. Hal ini dapat dilihat dari contoh kebersamaan mereka ketika berjuang mempertahankan Negara dari agresi penjajahan belanda. Bahkan juga ketika usaha mengusir belanda yang telah berusaha menduduki Aceh secara paksa. Pada masa tersebut posisi ulama malah di depan, bertindak sebagai pemimpin rakyat di Aceh. Konflik antara rakyat Aceh dan pemerintah pusat yang terjadi pada tahun 1953 sampai 1960, juga telah melibatkan sejumlah ulama dalam usaha menyelesaikannya sehingga tercipta kedamaian lagi di Aceh.
Sejak saat kerajaan Aceh didirikan, setiap raja yang memimpin kerajaan pasti didampingi oleh ulama sebagai Qodli Malik Al-Adil. Suatu kenyataan yang mungkin berbeda dari daerah lain adalah tidak hanya raja yang menempatkan ulama sebagai Qodli Malik Al-Adil untuk menasehatinya, tetapi setiap negeri dan kepala kampung juga dibantu oleh ulama local.
            Paruh kedua abad ke 19, hampir tak dapat dipungkiri bahwa kolonialisme dan periode imperialisme modern mulai tumbuh. Aceh dianggap sebagai daerah yang memiliki sumber ekonomi yang menguntungkan dalam wilayah Asia Tenggara. Pada tahun 1872, Belanda mengutus delegasi guna memaksa rakyat Aceh untuk mengakui kedaulatan Belanda. Paksaan itu tidak bisa diterima pemimpin Aceh, Belanda pun menyatakan perang pada April 1873 tapi dapat dikalahkan oleh rakyat Aceh. Akan tetapi pada penyerangan kedua pada tahun 1874 dengan armada yang lebih dahsyat, belanda berhasil menduduki istana raja, namun bukan berarti perang sudah berakhir. Ketika kekuatan sultan tidak sanggup memimpin perlawanan dan para uleebalang tidak mampu menyatukan perlawanan rakyat lagi, ulama muncul dari dayah untuk memimpin peperangan melawan penjajah yang kafir itu. Pada waktu itu, ulama mengumumkan :”ini merupakan tugas kita untuk bersatu melaksanakan jihad”. Berdasarkan hal ini, para ulama menjadi salah satu instrument yang membawa konflik tersebut menjadi perang suci. Melalui penyebaran ideology “prang sabi” (perang sabil), ulama mengajak rakyat untuk membangun kekuatan lagi guna melawan musuh yang sangat berbahaya bukan hanya demi keselamatan Negara, tapi juga eksistensi agama. Ulama menggunakan doktrin bahwa perang itu sebagai salah satu aspek ibadah yang dianjurkan oleh islam yaitu jihad pada jalan Allah dengan perang suci.
            Dalam islam didapati ajaran bahwa mereka yang memerangi islam adalah kafir harbi dan Belanda dikategorikan sebagai kafir harbi. Menurut ulama, perang melawan belanda dikatakan kewajiban bagi setiap muslim dan disebut dengan jihad fi sabilillah. Siapapun yang gugur dalam pertempuran adalah syahid dan akan masuk surge, dan diperbolehkan mengambil secara paksa harta yang dimiliki kafir harbi  yang disebut ghonimah. Sangat mungkin ini telah menambah keinginan rakyat untuk berperang karena didasarkan pada perintah Allah dan hadit Nabi.
            Di sisi lain yang menunjukan peran penting ulama di Aceh adalah pada tahun 1953 tentang pemberontakan rayat Aceh terhadap pemerintah pusat. Rakyat Aceh berkeinginan daerahnya menjadi salah satu propinsi yang mendapat perlakuan yang istimewa dengan alas an bahwa rakyat Aceh sudah lama terlibat perang untuk mempertahankan negerinya dari Belanda. Tanpa menghakimi siapa yang salah, bisa dikatakan bahwa pemberontakan ini melibatkan mayoritas rakyat aceh yang dipimpin oleh sejumlah ulama yang sangat dihormati. Pemerintah pusat pun tidak sanggup menahan pemberontakan yang berlansung selama 9 Tahun. Pemberontakan tersebut berakhir setelah pemerintah pusat menerima status daerah Istimewa Aceh. Rakyat Aceh diberi otonomi yaitu dalam bidang keagamaan, adat dan pendidikan. Ini menandakan bahwa islam yang ada di Aceh merupakan suatu hal diatas segalanya dengan ulama sebagai tonggak tiangnya.
2.      Islam di Jawa
            Agama islam mulai masuk di tanah jawa sebelum abad ke-13, dan pertama kali menerima pengaruh islam dari Malaka. Di jawa, agama islam lebih disebut dengan sebutan agama jawi. Orang jawa sangat yakin adanya Allah, Nabi Muhammad sebagai Rasul, Al-Qur’an merupakan kitab suci agama islam dan memuat firman-firman Allah, akan tetapi orang jawa juga tahu akan konsep-konsep agama lain, makhluk-makhuk ghaib dan kekuatan sakti serta melakukan ritus dan upacara keagamaan yang justru tidak ada sangkut pautnya dengan ajaran agama islam yang resmi.
            Bentuk agama islam orang jawa disebut kejawen atau agama jawi, yaitu merupakan kompleks dan keyakinan dari konsep hindu-budha cenderung kearah mistik bercampur jadi satu dan diakui sebagai agama islam. Islam datang ke jawa dengan bentuk yang sudah tidak murni sebab sudah dipengaruhi oleh sufisme dan mistik islam dari Persia dan india. Agama islam masuk ke jawa di daerah pesisir dan pedalaman tanpa ada goncangan sedikitpun, dapat diterima dengan damai, bahkan diintegrasikan ke dalam pola budaya, sosial, dan politik yang sudah ada. Kepercayaan baru mendapat pewarta-pewarta penting dalam diri kiai-kiai dan kaum ulama. Mereka mempertahankan sebagian besar kebudayaan Hindu-Jawa. Dibuktikan bahwa dalam tradisi jawa, para pewarta dan para wali dianggap sebagai penemu wayang dan gamelan, dan bahkan dari mistik ajaran islam mencocokkan tanpa kesulitan ke dalam pandangan jawa tradisional. Karena cocok dengan pandangan hidup tradisional orang-orang jawa, maka orang-orang jawa akhirnya menerima dengan hati terbuka.
            Menurut Koentjaraningrat (1984:317) menjelaskan bahwa para pujangga dan cendekiawan Keraton Mataran berusaha menjaga kelestarian peradaban Hindu-Budha kuno itu sehingga dihadapkan pada agama islam sinkretik yang berasal dari daerah pedesaan. Pujangga keraton Mataram memasukkan unsur kesastraan suluk yang asalnya dari pondok pesantren yang bersifat sinkretik-mistik, diolah sedemikian rupa ke dalam kesastraan jawa dan dimuat dalam Serat Centini dan Serat Cebolek yang bernuansa unsur mistik-moralitas. Lewat serat Cebolek karya Yasadipura dihimbau agar agama dan hukum islam hanya merupakan wadah kebudayaan jawa, tetapi untuk kehidupan spiritualnya orang jawa sebaiknya tetap berpegang pada nilai-nilai kebudayaan sendiri. Hal itu memiliki harapan, yaitu cara untuk menemukan kemurnian jiwa dan kesempurnaan hidup  dan usaha untuk menemukan dirinya di dalam Tuhan.
3.      Analisis
            Melihat keterangan-keterangan di atas, antara islam di tanah jawa dan aceh sangatlah berbeda. Menurut pemahaman saya bahwa islam di Aceh sangatlah taat terhadap ajaran agama islam yang di ajarkan kepada oleh para ulama yang biasanya disebut islam fiqih. Semangat masyarakat Aceh dan kentalnya agama islam dalam segala aspek kehidupan rakyatnya membawa masyarakat Aceh kepada kehidupan yang islami. Ini terbukti dengan adanya peran para ulama yang begitu sentral dalam masalah-masalah yang di hadapi masyarakat, begitu pentingnya ulama sampai setiap raja memosisikan ulama sebagai penasehat dalam kerajaan. Ulama sangatlah berjasa penting dalam perebutan kemerdekaan rakyat Aceh dari kolonialis Belanda, sampai pada saat kerajaan tidak sanggup menangani perlawanan dari penjajahan disitu ulamalah yang ambil andil dalam membangkitkan semangat rakyat Aceh. Doktrin yang diberikan ulama untuk membangkitkan semangat rakyat pada waktu itu bukan saja hanya menyangkut masalah nasioanlis semata, melainkan lebih ditekankan terhadap jihad fi sabilillah. Ini cukup membuktikan bahwa pengaruh islam dalam masyarakat Aceh sangatlah besar.
            Berbeda dengan islam di jawa yang sampai sekarang masih menggunakan islam agama jawi, model islam yang memadukan antara kebudayaan jawa dan ajaran islam. Islam di jawa tidak manghilangkan adat istiadat dan kebudayaan jawa yang telah mengakar dalam diri orang jawa dari turunan nenek moyang. Disini posisi islam untuk mengislamisasikan adat istiadat dan kebudayaan tersebut, bukan menghilangkannya. Jadi dalam islam jawa masih di lakukan ritual-ritual keagamaan yang berbasis islam dan berbau hindu, meskipun di dalam ajaran islam murni tidak ada ajaran tersebut.
            Di tanah jawa ini juga serig kita dengar islam santri dan islam abangan yang jarang atau mungkin tidak ada dalam masyarakat islam Aceh. Dalam islam santri berusaha semaksimal mungkin menjalankan agama secara benar serta menjauhkan diri dari sifat-sifat syirik, ini mungkin ada kemiripan dengan islam yang ada d Aceh. Sedangkan islam abangan, walaupun mereka juga islam, namun dalam hal praktek keagamaanya masih di warnai unsur kejawen, sehingga mereka mencampur adukan antara upacara-upacara islam dengan upacara-upacara kejawen. Orang kejawen juga percaya dengan adanya Allah, Rasul dan Al-Qur’an sebagai sumber agama, tapi mereka juga percaya dengan adanya kekuatan roh-roh yang berada pada suatu tempat tertentu.

Daftar Pustaka:
-          Ridin Sofwan, dkk., Merumuskan Kembali Interelasi Islam-Jawa, Yogyakarta, Gama Media, 2004.

-          M. Amiruddin Hasbi, Perjuangan Ulama Aceh Di Tengah Konflik, Yogyakarta, Ceninnts press, 2004.

AYAT-AYAT JIHAD

A.    Surat At-Taubah (9) ayat ke-24 (Cinta Haqiqi Melalui Jihad fi Sabilillah)
قل إن كان أبآؤُكُم وأبنآؤكم واخوانكم وأزواجكم وعشيرتكم وأموال اقترفتموهاوتجارة تخشون كسادها ومساكن ترضونها أحبّ إليكم من الله ورسوله وجهاد في سبيله فتربّصوا حتى يأتي الله بأمره والله لا يهدى القوم الفاسقون *  
“katakanlah, “jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kalian usahakan, perdagangan yang kalian khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai, (semua itu) lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.”
Makna Mufrodat
·         عشيرة             : merupakan sinonim dari أهل  yang berarti kaum keluarga dan kerabat dekat.[1]
·         اقترفتموها         : merupakan fi’lun mudhori’ yang bersubjek “kalian” asal artinya “mengupas sesuatu” namun disini berarti “ yang diusahakan/ ditimbun”[2], sedangkan dhamir Ha tersebut sebagai kata ganti dari kata أموال (harta).
·         تربّصوا            : ialah sinonim dari kata انتظروا yang memiliki arti “menanti atau menunggu.”[3]
Asbabun Nuzul
            jdklajdlajkdk
Tafsir ayat
Ayat diatas merupakan ayat Al-Qur’an yang berisi seruan dan peringatan Allah SWT. bagi orang-orang yang mencintai segala hal melebihi kecintaannya kepada Allah, Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya.
Menurut penafsiran Syekh Ahmad as-Shawi al-Maliki dalam karyanya, ia menafsirkan bahwa Allah SWT. mengancam bagi orang-orang fasik yakni orang-orang yang lebih mencintai keluarga-keluarganya, kekasihnya, dan kerabat-kerabatnya baik yang dekat maupun jauh, daripada mencintai Allah, Rasul-Nya dan berjihad dengan atas nama-Nya. Di dalamnya pula berisi ancaman bagi mereka yang mengenyampingkan Allah karena kegemaran mereka terhadap harta benda dan seluruh aktifitas mereka serta segala sesuatu yang mereka miliki yang ada demi kepentingan mereka. Orang-orang tersebut megkawatirkan kehilangan segala harapannya melebihi kekawatiran mereka akan kehilangan (dijauhkan dari) Dzat Yang Maha Menciptakan dan Maha Berkehendak atas segala sesuatu dari diri mereka serta mengenyampingkan untuk berjihad dan berkorban kepada-Nya.
Maksud berjihad pada ayat di atas ialah berjihad dalam artian sebenarnya yang menjadikan dari segala perbuatan, perasaan, maupun segala sesuatu yang kita miliki sebagai titik tolak atas kecintaan kita semata-mata kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, tidak justru memberikan kerugian, kerusakan, dan kekerasan yang menjadi larangan-Nya. Juga arti jihad disini yakni, segala usaha yang memerlukan pencurahan tenaga dan pikiran dalam rangka memperoleh ridho Allah SWT, baik berupa ibadah atau perbuatan khusus yang bersifat individual, maupun ibadah atau perbuatan umum yang bersifat kolektif, berupa amar ma’ruf nahi mungkar.[4]
B.     Surat  At-Taubah (9) ayat ke-73 (Jihad Adalah Ketegasan)
يآيّها النّبيُّ جاهدِ الكُفّارَ والمُنافقين واغلُظْ عليهم ومَأواهُم جهنّمُ وبِئسَ المصيرُ *
“Wahai Nabi! Berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang menafiq, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah Neraka Jahanam. Dan itulah seburuk-buruknya tempat.”
Makna Mufrodat
·         اغلُظْ    : bersikap keras (tegas) dan benci.[5]
·         مَأواهُم  : sinonim dari kata مكان yang berarti “tempat,” sedangkan dhomir هم kata ganti dari الكُفّارَ والمُنافقين.
·         بِئسَ     : berarti seburuk-buruknya.
Asbabun Nuzul
            Mengenai asbabun nuzul ayat ini berkolerasi dengan satu ayat setelahnya, disebutkan bahwa, ada beberapa orang munafiq berkeinginan keras untuk membunuh Nabi saw. ketika dalam perang Tabuk pada malam hari di tengah perjalanan. Jumlah mereka belasan orang. Adh-Dhahak mengatakan; “Ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang tersebut.”[6]
Tafsir Ayat
            Melihat dari asbabun nuzulnya, Firman Allah SWT. yang termaktub dalam surat At-Taubah ayat ke-73 ini berbicara tentang seruan kepada Nabi Muhammad saw. untuk berjihad melawan orang-orang munafiq yang membahayakan dan akan mendatangkan keburukan. Selain itu, ayat tersebut menuntut beliau untuk bersikap tegas terhadap mereka. Ada pendapat yang mengatakan bahwa ayat ini memiliki keterkaitan dengan wafatnya Rasullah saw. selang berapa waktu pasca turunnya ayat.[7]
            Terdapat beberapa versi pendapat tentang jihad dalam terminology ayat ini. Diantaranya, ada yang memahami jihad secara literlek, yakni bersikap keras dan dengan mengangkat senjata melawan orang-orang kafir. Ada pula yang memahaminya dengan cara diplomasi, dengan tangan dan lidah. Sedang pendapat yang lainnya mengatakan bahwa perintah berjihad terhadap orang-orang kafir dan orang-orang munafiq dengan menampakkan raut wajah yang tidak menyenangkan bagi mereka.
            M. Qurais Shihab menjelaskan tiga dimensi terminology perintah yang telah dikemukakan di atas dengan memaknainya dengan cara yang sesuai. Jihad fi sabilillah di sini, bukan hanya bagi dengan memanggul senjata, tetapi jihad di sini juga bisa dipahami bagi orang-orang yang berjihad dengan pena (tulisan) dan lidah (para da’i, guru, dll.), bahkan dengan cara lain sesuai kondisi situasi dan melihat perkembangan zaman saat ini. Sedangkan keharusan bersikap keras terhadap orang-orang kafir dan munafiq dari ayat di atas, karena alasan sifat-sifat mereka yang bertolak belakang dan menentang sifat-sifat orang-orang mukmin. Namun perlu diperhatikan dengan cermat dan seksama, hal tersebut bukan bermakna satu-satunya perintah jihad hanya dengan kekerasan dan bukan berarti Rasullah adalah orang yang keras, justru sebaliknya beliau mencontohkan kepada umatnya dengan kelembutan sifat yang beliau miliki dan pemaaf.





DAFTAR PUSTAKA
Al-Maliki, Ahmad As-Shawi, As-Shawi ala Al-Jalalain Juz 3.
Al-Jalalaen, Tafsirul Qur’anil Al-‘Adzim, Thn. 1981.
Al-Busharwi, Ibnu Katsir Al-Quraisy, Tafsir Ibnu Katsir jilid 4, Terj. M. Abdul dkk., Bogor: Pustaka Imam Syafi’I, 2004.
Al-Jawi, Muhammad an-Nawawi, At-Tafsir Al-Munir Juz 2.
Al-Jawi, Abdue Ra’uf bin Ali Al-Fanshuri, Al-Qur’anul Al-Karim (Tarjamnul Mustafid).
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Al-Madinah Al-Munawwarah.
Lajnah pentashih Mushaf Al-Qur’an, AL-‘ALIM (Al-Qu’an dan Terjemahnya), Al-Mizan : Jakarta, Cet. ke-8, 2009.




[1] Syekh Ahmad as-Shawi al-Maliki, As-Shawi ala al-Jalalain  juz 1-2, hal. 122.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Muhammad Chirzin, Jihad dalam Al-Qur’an “Talaah Normatif, Historis, dan Prospektif”, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997, hal.38.
[5] Ibid 1.
[6] Tafsir Ibnu Katsir Juz 10, terjemah M. Abdul dkk., Bogor: Pustaka Imam Syafi’I, 2004, hal. 171.
[7] Ibnu ‘Ausy.

HADIS TENTANG IMAN, ISLAM DAN IHSAN

Islam dan Ihsan ,: ImanLOGI Doktrin Hadis
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ   وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ .   [رواه مسلم]

Arti hadits / ترجمة الحديث :
Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya berkata: “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang  membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “ anda benar“.  Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata:  “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau bersabda:  “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian)  berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “ Tahukah engkau siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau bersabda: “ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan agama kalian “. (Riwayat Muslim)

Penjelasan
Hadits ini sangat berharga karena mencakup semua fungsi perbuatan lahiriah danbathiniah, serta menjadi tempat merujuk bagi semua ilmu syariat dan menjadi sumbernya. Oleh sebab itu hadits ini menjadi induk ilmu sunnah Hadits ini menunjukkan adanya contoh berpakaian yang bagus, berperilaku yang baik dan bersih ketika datang kepada ulama, orang terhormat atau penguasa, karena jibril datang untuk mengajarkan agama kepada manusia dalam keadaan seperti itu.Kalimat Ia meletakkan kedua telapak tangannya diatas kedua paha beliau, lalu ia berkata : Wahai Muhammad.. adalah riwayat yang masyhur. Nasai meriwayatkandengan kalimat, Dan ia meletakkan kedua tangannya pada kedua lutut Rasulullah. Dengan demikian yang dimaksud kedua pahanya adalah kedua lututnya.
Dari hadits ini dipahami bahwa islam dan iman adalah dua hal yang berbeda, baik secara bahasa maupun syariat. Namun terkadang, dalam pengertian syariat, kata islam dipakai dengan makna iman dan sebaliknya. Kalimat, Kami heran, dia bertanya tetapi dia sendiri yang membenarkannya mereka para shahabat Rasulullah menjadi heran atas kejadian tersebut, karena orang yang datang kepada Rasulullah hanya dikenal oleh beliau dan orang itu belum pernah mereka ketahui bertemu dengan Rasulullah dan mendengarkan sabda beliau.
Kemudian ia mengajukan pertanyaan yang ia sendiri sudah tahu jawabannya bahkan membenarkannya, sehingga orang-orang heran dengan kejadian itu. Kalimat, Engkau beriman kepada Allah, kepada para malaikat-Nya, dan kepada kitab-kitab-Nya. Iman kepada Allah yaitu mengakui bahwa Allah itu ada dan mempunyai sifat-sifat Agung serta sempurna, bersih dari sifat kekurangan,. Dia tunggal, benar, memenuhi segala kebutuhan makhluk-Nya, tidak ada yang setara dengan Dia, pencipta segala makhluk, bertindak sesuai kehendak-Nya dan melakukan segala kekuasaan-Nya sesuai keinginan-Nya.
Iman kepada Malaikat, maksudnya mengakui bahwa para malaikat adalah hamba Allah yang mulia, tidak mendahului sebelum ada perintah, dan selalu melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya.
Iman kepada Para Rasul Allah, maksudnya mengakui bahwa mereka jujur dalam menyampaikan segala keterangan yang diterima dari Allah dan mereka diberi mukjizat yang mengukuhkan kebenarannya, menyampaikan semua ajaran yang diterimanya, menjelaskan kepada orang-orang mukalaf apa-apa yang Allah perintahkan kepada mereka. Para Rasul Allah wajib dimuliakan dan tidak boleh dibeda-bedakan.
Iman kepada hari Akhir, maksudnya mengakui adanya kiamat, termasuk hidup setelah mati, berkumpul dipadang Mahsyar, adanya perhitungan dan timbangan amal, menempuh jembatan antara surga dan neraka, serta adanya Surga dan Neraka, dan juga mengakui hal-hal lain yang tersebut dalam Quran dan Hadits Rosululloh.
Iman kepada taqdir yaitu mengakui semua yang tersebut diatas, ringkasnya tersebut dalam firman Allah QS. Ash-Shaffaat : 96, Allah menciptakan kamu dan semua perbuatan kamu dan dalam QS. Al-Qamar : 49, Sungguh segala sesuatu telah kamiciptakan dengan ukuran tertentu  dan di ayat-ayat yang lain. Demikian juga dalamHadits Rasulullah, Dari Ibnu Abbas, Ketahuilah, sekiranya semua umat berkumpul untuk memberikan suatu keuntungan kepadamu, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang Allah telah tetapkan pada dirimu. Sekiranya merekapun berkumpul untuk melakukan suatu yang membahayakan dirimu, niscaya tidak akan membahayakan dirimu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Segenap pena diangkat dan lembaran-lembaran telah kering
Para Ulama mengatakan, Barangsiapa membenarkan segala urusan dengan sungguh-sungguh lagi penuh keyakinan tidak sedikitpun terbersit keraguan, maka dia adalah mukmin sejati.Kalimat, Engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Padapokoknya merujuk pada kekhusyuan dalam beribadah, memperhatikan hak Allah dan menyadari adanya pengawasan Allah kepadanya serta keagungan dan kebesaran Allah selama menjalankan ibadah kalimat, Beritahukan kepadaku tanda-tandanya ? sabda beliau : Budak perempuanmelahirkan anak tuannya maksudnya kaum muslimin kelak akan menguasai negeri kafir, sehingga banyak tawanan, maka budak-budak banyak melahirkan anak tuannya dan anak ini akan menempati posisi majikan karena kedudukan bapaknya. Hal ini menjadi sebagian tanda-tanda kiamat. Ada juga yang mengatakan bahwa itu menunjukkan kerusakan umat manusia sehingga orang-orang terhormat menjual budak yang menjadi ibu dari anak-anaknya, sehingga berpindah-pindah tangan yang mungkin sekali akan jatuh ke tangan anak kandungnya tanpa disadarinya
Hadits ini juga menyatakan adanya larangan berlomba-lomba membangun bangunan yang sama sekali tidak dibutuhkan. Sebagaimana sabda Rasulullah, Anak adam diberi pahala untuk setiap belanja yang dikeluarkannya kecuali belanja untuk mendirikan bangunan
Kalimat, Penggembala Domba secara khusus disebutkan karena merekalah yang merupakan golongan badui yang paling lemah sehingga umumnya tidak mampu mendirikan bangunan, berbeda dengan para pemilik onta yang umumnya orang terhormat.Kalimat, Saya tetap tinggal beberapa lama maksudnya Umar ra tetap tinggal ditempat itu beberapa lama setelah orang yang bertanya pergi, dalam riwayat yang lain yang dimaksud tetap tinggal adalah Rosululloh.
Kalimat, Ia datang kepada kamu sekalian untuk mengajarkan agamamumaksudnya mengajarkan pokok-pokok agamamu, demikian kata Syaikh Muhyidin An Nawawi dalam syarah shahih muslim. Isi hadits ini yang terpenting adalah penjelasan islam, iman dan ihsan, serta kewajiban beriman kepada Taqdir Allah SWT.
Sesungguhnya keimanan seseorang dapat bertambah dan berkurang, QS. Al-Fath : 4, “Untuk menambah keimanan mereka pada keimanan yang sudah ada sebelumnya”.
Imam Bukhari menyebutkan dalam kitab shahihnya bahwa ibnu Abu Mulaikah berkata, “Aku temukan ada 30 orang shahabat Rasulullah yang khawatir ada sifat kemunafikan dalam dirinya. Tidak ada seorangpun dari mereka yang berani mengatakan bahwa ia memiliki keimanan seperti halnya keimanan Jibril dan Mikail alaihimus salaam
Kata iman mencakup pengertian kata islam dan semua bentuk ketaatan yang tersebut dalam hadits ini, karena semua hal tersebut merupakan perwujudan dari keyakinan yang ada dalam bathin yang menjadi tempat keimanan. Oleh karena itu kata Mukmin secara mutlak tidak dapat diterapkan pada orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar atau meninggalkan kewajiban agama, sebab suatu istilah harus menunjukkan pengertian yang lengkap dan tidak boleh dikurangi, kecuali dengan maksud tertentu.
Juga dibolehkan menggunakan kata Tidak beriman sebagaimana pengertian hadits Rasulullah, Seseorang tidak berzina ketika dia beriman dan tidak mencuri ketika diaberiman maksudnya seseorang dikatakan tidak beriman ketika berzina atau ketika dia mencuriKata islam mencakup makna iman dan makna ketaatan, syaikh Abu Umar berkata,
“kata iman dan islam terkadang pengertiannya sama terkadang berbeda. Setiap mukmin adalah muslim dan tidak setiap muslim adalah mukmin ia berkata, pernyataan seperti ini sesuaidengan kebenaran Keterangan-keterangan Al-Quran dan Assunnah berkenaan dengan iman dan islam sering dipahami keliru oleh orang-orang awam. Apa yang telah kamijelaskan diatas telah sesuai dengan pendirian jumhur ulama ahli hadits dan lain-lain.
Wallahu alam























Catatan :
Hadits ini merupakan hadits yang sangat dalam maknanya, karena didalamnya terdapat pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan.
Hadits ini mengandung makna yang sangat agung karena berasal dari dua makhluk Allah yang terpercaya, yaitu: Amiinussamaa’ (kepercayaan makhluk di langit/Jibril) dan Amiinul Ardh (kepercayaan makhluk di bumi/ Rasulullah)
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :
Disunnahkan untuk memperhatikan kondisi  pakaian, penampilan dan kebersihan, khususnya jika menghadapi ulama, orang-orang mulia dan penguasa.
Siapa yang menghadiri majlis ilmu dan menangkap bahwa orang–orang yang hadir butuh untuk mengetahui suatu masalah dan tidak ada seorangpun yang bertanya, maka wajib baginya bertanya tentang hal tersebut meskipun dia mengetahuinya agar peserta yang hadir dapat mengambil manfaat darinya.
Jika seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka tidak ada cela baginya untuk berkata: “Saya tidak tahu“,  dan hal tersebut tidak mengurangi kedudukannya.
Kemungkinan malaikat tampil dalam wujud manusia.
Termasuk tanda hari kiamat adalah banyaknya pembangkangan terhadap kedua orang tua. Sehingga anak-anak memperlakukan kedua orang tuanya sebagaimana seorang tuan memperlakukan hambanya.
Tidak disukainya mendirikan bangunan yang tinggi dan membaguskannya sepanjang tidak ada kebutuhan.
Didalamnya terdapat dalil bahwa perkara ghaib tidak ada yang mengetahuinya selain Allah ta’ala.
Didalamnya terdapat keterangan tentang adab dan cara duduk dalam majlis ilmu.
http://img1.blogblog.com/img/icon18_wrench_allbkg.png

 

 



 

 


Jan 7, 2010

Hadist Jibril tentang Iman - Islam - Ihsan

Islam Mencakup 3 Tingkatan Iman - Islam - Ihsan

Rosululloh shollallahu ‘alaihi wa sallam suatu hari pernah didatangi malaikat Jibril dalam wujud seorang lelaki yang tidak dikenali jatidirinya oleh para sahabat yang ada pada saat itu, dia menanyakan kepada beliau tentang Islam, Iman dan Ihsan. Setelah beliau menjawab berbagai pertanyaan Jibril dan dia pun telah meninggalkan mereka, maka pada suatu kesempatan Rosululloh bertanya kepada sahabat Umar bin Khathab, “Wahai Umar, tahukah kamu siapakah orang yang bertanya itu ?” Maka Umar menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lah yang lebih tahu”. Nabi pun bersabda, “Sesungguhnya dia itu adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.” (HR. Muslim). Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh mengatakan: Di dalam (penggalan) hadits ini terdapat dalil bahwasanya Iman, Islam dan Ihsan semuanya diberi nama ad din/agama (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 23). Jadi agama Islam yang kita anut ini mencakup 3 tingkatan; Islam, Iman dan Ihsan.

Tingkatan Islam

Di dalam hadits tersebut, ketika Rosululloh ditanya tentang Islam beliau menjawab, “Islam itu engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan (yang haq) selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, engkau dirikan sholat, tunaikan zakat, berpuasa romadhon dan berhaji ke Baitullah jika engkau mampu untuk menempuh perjalanan ke sana”. Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini ialah bahwa Islam itu terdiri dari 5 rukun (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 14). Jadi Islam yang dimaksud disini adalah amalan-amalan lahiriyah yang meliputi syahadat, sholat, puasa, zakat dan haji.

Tingkatan Iman

Selanjutnya Nabi ditanya mengenai iman. Beliau bersabda, “Iman itu ialah engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir dan engkau beriman terhadap qadha’ dan qadar; yang baik maupun yang buruk”. Jadi Iman yang dimaksud disini mencakup perkara-perkara batiniyah yang ada di dalam hati. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah pembedaan antara islam dan iman, ini terjadi apabila kedua-duanya disebutkan secara bersama-sama, maka ketika itu islam ditafsirkan dengan amalan-amalan anggota badan sedangkan iman ditafsirkan dengan amalan-amalan hati, akan tetapi bila sebutkan secara mutlak salah satunya (islam saja atau iman saja) maka sudah mencakup yang lainnya. Seperti dalam firman Allah Ta’ala, “Dan Aku telah ridho Islam menjadi agama kalian.” (Al Ma’idah : 3) maka kata Islam di sini sudah mencakup islam dan iman… (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 17).

Tingkatan Ihsan

Nabi juga ditanya oleh Jibril tentang ihsan. Nabi bersabda, “Yaitu engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya, maka apabila kamu tidak bisa (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”. Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah penjelasan tentang ihsan yaitu seorang manusia menyembah Robbnya dengan ibadah yang dipenuhi rasa harap dan keinginan, seolah-olah dia melihat-Nya sehingga diapun sangat ingin sampai kepada-Nya, dan ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna. Tapi bila dia tidak bisa mencapai kondisi semacam ini maka hendaknya dia berada di derajat kedua yaitu: menyembah kepada Alloh dengan ibadah yang dipenuhi rasa takut dan cemas dari tertimpa siksa-Nya, oleh karena itulah Nabi bersabda, “Jika kamu tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu” artinya jika kamu tidak mampu menyembah-Nya seolah-olah kamu melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 21). Jadi tingkatan ihsan ini mencakup perkara lahir maupun batin. (Source : www.muslim or.id)

IMAN : komitmen atau perjanjian qalbu yang diikrarkan melalui syahadat
Iman ---> Ingat Allah ---> taqwa

ISLAM : konsep pengabdian yang konsisten dengna tepat guna
Islam ---> Dzikrullah ---> disiplin

IHSAN : Ikhlas dengan kejujuran sehingga menempatkan pada kedudukan yang terhormat
Ihsan ---> Kedamaian jiwa ---> Professional (mahir dan menguasai)

Konsep Iman - Islam - Ihsan dapat diaplikasikan sebagai tujuan hidup

QS Adz Dzariyaat 51 : 56
Artinya : Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi (tunduk dan patuh) kepada-Ku.
QS Al An'am 6 : 162
Artinya : Yakinilah: Sesungguhnya sholatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
QS Al Baqarah 2:30
Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

QS Ali Imran 3 : 104
Artinya : Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[*]; merekalah orang-orang yang beruntung.

[*] Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

QS Ali Imran 3 : 110
Artinya : Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

QS Al Qiyamah 75 : 36
Artinya : Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)? (Akan diminta pertanggungjawaban di akherat kelak)

QS Ar Rahman 55 : 31
Artinya : Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepadamu Hai manusia dan jin.