Powered By Blogger

Sabtu, 26 September 2015

BIOGRAFI FATIMAH MERNISSI

A.    Biografi Fatima Mernissi
Fatima Mernissi adalah seorang sosiolog dan feminis maroko. Dia lahir di Fez tahun 1940, dia memulai sekolah dasar di sekolah yang didirikan oleh gerakan nasonalis, dan melanjutkan sekolah menengahnya di sekolah perempuan yang dibiayai oleh protektorat perancis. Dan pada tahun 1957 dia belajar ilmu politik di Universitas sorbonne dan Brandeis diamana dia mendapatkan gelar doktoralnya[1].
Mernissi mengajar di Unversitas Mohammed V antara tahun 1974 dan 1981 pada mata kuiah metodologi, sosiologi dan psikologi keluarga. Dan dia terkenal di kalangan  internasional sebagai seorang feminis Islam. Sebagai seorang feminis, mernissi melakukan fokus kajian terhadap hubungan antara Islam dan perempuan. Dia menganalisa perkembangan sejarah pemikiran Islam dan manifestasinya dalam dunia modern. Selanjutnya dia lebih memfokuskan kajiannya terhadap rincian kehidupan Nnabi Muhamma. Dia meragukan vaiditas dari beberapa hadits  yang menyebabkan adanya subordinasi perepuan dalam Islam. Keraguannya terhadap otenisitas hadits tidak merembet pada kyakinannya terhadap otentisitas al-Qur’an.
Pada akhir tahun 1970an mernissi berhasil membuat artikel untuk memperiodisasi posisi perempuan, dan perempuan dan Islam  di maroko dalam prespktif sejarah. Pada tahun 2003, Mernissi mendapat penghargaan ratu Austria. Selain membuat artikel dia juga aktif menulis, seingga banyak karya yang telah dihasilkannya dala tiga bahasa (Arab, Inggris dan Perancis). Diantara karya dia :
perancis
  1. Sexe, ideologie et Islam. Paris:1983.
  2. Le harem politique: Le prophete et ses femmes. Paris: 1987.
  3. Chehrazad n'est pas Marocaine; Autrement, elle serait salariee! Casablanca: 1988.
  4. Sultanes aubliees: Femmes chefs d'Etat en Islam. Paris: 1990.
  5. Reves de femmes: Une enfance au harem (autobiographical novel), translated 1996.
 Inggris
  1. Dreams of Trespass: Tales of a Harem Girlhood. (1995)
  2. Beyond the Veil
  3. The Veil and the Male Elite: A Feminist Interpretation of Islam
  4. Islam and Democracy: Fear of the Modern World (1992)
  5. Forgotten Queens of Islam
  6. Scheherazade goes West
  7. Islam, Gender and Social Change
  8. Women's rebellion & Islamic memory
(Arabic)
  1. الحريم السياسى
  2. أحلام النساء الحريم
  3. السلطانات المنسيات
  4. شهرزاد ترحل الى الغرب
  5. هل أنتم محصنون ضد الحريم

B.     Metode dan Pemikiran Fatima Mernissi tentang Hadits
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa Fatima Mernissi adalah seorang Sosiolog dan Feminis Islam. Dalam penelitannya dia menggunakan kacamata sejarah-politik untuk memehami objek kajiannya. Sehingga dalam hadits, Mernissi sangat memperhatikan aspek-asepek yang melatar belakangi kemunculan (Asbab Wurud) hadits tersebut. Bahkan dia memandang bahwa hadits telah menjadi senjata politik yang sangat ampuh[2]. Mernissi dalam penelititnnya menggunakan metode berupa analisa hubungan laki-laki dan perempuan sebagai sebuah entitas dalam sistem Islam[3].
Mernissi berpendapat bahwa dalam penelitian hadits, seorang peneliti harus melakukan kajian terhadap teks/matan hadits, sanad hadits dan sejarah transmisi matan hadits (tarikh al-mutun). Selain itu dia juga tidak menyapakati konsep keadilan sahabat. Ini terlihat dari pendiskripsiannya secara mendalam terhadap Abu Bakrah dan Abu Hurairah. Dalam penelitiannya dia juga berupaya untuk mengangkat posisi wanita di ranah sosial masyarakat Islam. Dia menganggap bahwa dalam sejarah Islam ada usaha untuk melakukan legitimasi kekuatan elit tertentu. tindakan tersebut telah dimulai sejak meniggalnya Nabi, yaitu ketika proses pemilihan khalifah pengganti nabi di Tsaqifah. Usaha Abu Bakar dan Umar untuk mengambil kekuasaan untuk kaum muhajirin dari anshar dianggap oleh Mernissi sebagai proses elitisasi agama Islam.
Proses elitisasi peran keagamaan tersebut berimplikasi terhadap peran wanita dalam ranah publik. Menurut dia, dalam sejarah Islam banyak banyak terjadi penghapusan sejarah resmi peran wanita dalam ranah publik. Dalam sejarah Islam banyak perempuan yang berkarir dan ikut andil dalam kerajaan, akan tetapi nama mereka tidak dikenal oleh generasi Islam sekarang, sebut saja Sultanah Radiyah, Khayzuran (Istri al-Mahdi), Malikah Asmah dan Malikah Radiyah (Yaman) dan lainnya[4].
Mernissi berpendapat bahwa proses marginalisasi perempuan dalam Islam bukanlah berasal dari fenomena sosial keagamaan, melainkan disebabkan ekspresi politis dari sebuah distribusi kekuatan, otoritas dan refleksi ekonomis sehingga membentuk aturan sosial yang total dan koheren. Dalam kajian tentang posisi perempuan, Mernissi merujuk pada al-Qur’an, Hadits, Ihya’ Ulum al-Din, Sirat al-Nabi dan Thabaqat al-Kubra. Dia merumuskan bahwa perempuan baik di Barat ataupun Islam merupakan korban sistem sosial yang mendiskriminasikan perempuan[5]
C.    Hadits-hadits Misogini Fatima Mernissi
Fatima Mernissi, sebagai seorang Feminis Islam yang konsen pada kajian sejarah-politik dan hadits, menemukan teks-teks hadits yang, menurut dia, berupaya mendiskredit dan memarginalkan perempuan. Diantaraya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakrah
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ الْهَيْثَمِ حَدَّثَنَا عَوْفٌ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ لَقَدْ نَفَعَنِي اللَّهُ بِكَلِمَةٍ سَمِعْتُهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَّامَ الْجَمَلِ بَعْدَ مَا كِدْتُ أَنْ أَلْحَقَ بِأَصْحَابِ الْجَمَلِ فَأُقَاتِلَ مَعَهُمْ قَالَ لَمَّا بَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ أَهْلَ فَارِسَ قَدْ مَلَّكُوا عَلَيْهِمْ بِنْتَ كِسْرَى قَالَ لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً
Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Haitsam Telah menceritakan kepada kami Auf dari Al Hasan dari Abu Bakrah dia berkata; Sungguh Allah telah memberikan manfaat kepadaku dengan suatu kalimat yang pernah aku dengar dari Rasulullah, -yaitu pada waktu perang Jamal tatkala aku hampir bergabung dengan para penunggang unta lalu aku ingin berperang bersama mereka.- Dia berkata; 'Tatkala sampai kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa penduduk Persia telah di pimpin oleh seorang anak perempuan putri raja Kisra, beliau bersabda: "Suatu kaum tidak akan beruntung, jika dipimpin oleh seorang wanita."
Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Bakrah ketika Aisyah dikalahkan dalam perang melawan Ali Bin Abi Thalib. Mennisi melihat bahwa Abu Bakrah idak dapat dipercaya haditsnya soalnya beberapa hadits yang dia riwayatkan, secara politis, menguntungkan  dia. Diantaranya dalah ketika konflik antara Muawiyah dan keluarga Ali, dia mengambi perkataan Nabi yang menjelaskan bahwa Hasan adalah orang yang akan mendamaikan damai[6].
Selain Riwayat Abu Bakrah, ada juga riwayat dari Abu Hurairah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنْ كَانَ الشُّؤْمُ فِي شَيْءٍ فَفِي الدَّارِ وَالْمَرْأَةِ وَالْفَرَسِ
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sekiranya kesialan itu ada pada sesuatu, maka niscaya akan terdapat kuda, wanita dan rumah."
Pada hadits ini, menurut Mernissi, Abu Hurairah mendapat kritikan dari Aisyah, karena menurut Aisyah Abuu Hurairah datang pada nabi ketika pertengahan pembicaraan, padahal orang yang melakukan pendapat itu bukanlah nabi melainkan orang-orang Yahudi[7].
Mernissi menganggap bahwa Abu Hurairah adalah sahabat yang selalu bersitegang dengan A’isyah, sehingga dia mengupayakan untuk mendiskreditkan perempuan. Mernissi mengemukakan cerita tentang hubungan antara Aisyah denga Abu Hurairah.
Pada suatu hari, Abu Hurairah kehilangan kesabarannyadan mencoba mempertahankandiri atas serangan yang dilancarkan A’isyah, ketika Aisyah berkata “Abu Hurairah, engkau telah menyatakan suatu hadits yang belum pernah kamu dengar.” Abu hurairah menjawab “wahai Ibu, seumur hidup, saya mengumpulkan hadits, sementara engkau terlalu sibuk dengan celak mata dan cerminmu”
Selain Abu Bakrah dan Abu Hurairah, mernissi juga mengkritisi sahabat Abdullah bin Umar. Menurut dia, Ibn Umar juga meriwayatkan hadits-hadits misogini, seperti Sabda Nabi “saya melihat ke surga dan saya saksikan bahwa sebagian besar penghuninyaadalah kaum miskin. Ketika saya melihat keneraka. Saya saksikan sebagian besar penghuninnya adalah kaum wanita”.[8]
Selain mengkritik para sahabat, Mernissi juga melakukan kritikan terhadap Bukhari. Menurut dia Buhari tidak melakukan analisa kritis terhadap hadits-hadits misogini. Dia seperti menganggap bahwa hadits yang tersebut tidak ada permasalahan. Padahal menurut Mernissi ada hadits dari Aisyah yang mengkritisi hadits-hadits misogini tersebut. Dari semua ini, Mernissi menyimpulkan bahwa ada kelalaian yang direkayasa untuk menutupi sebuah kebenaran.
D.    Pandangan terhadap Fatima Mernissi
Kitik terhadap Fatima Mernissi antara lain datang dari Hidayat Nur Wahid. Dia menerangkan bahwa Fatima Mernissi salah sasaran dan terlalu membabi buta dalam menkritik. Tentang Bukhori, dia mengkritk kenapa dia tidak menganilisis Hadits Abu Hurairah dan tetap menampilkan hadis misogini. Kelemahan mernissi adalah dia tidak memahami judul bab, dimana hadits itu ada.
Selain itu menurut penulis, sepanjang penelitian yang telah dilakukan, Merniss terlalu mencurahkan perhatian kritiknya terhadap Abu Bakrah, Abu Hurairah dan Bukhari, padahal hadits-hadits Misogini juga diriwayatkan oleh Ibn Umar. Bahkan hadits-hadits yang menurut Mernissi diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang ditakhrij oleh Bukhari, tidaklah diriwayatkan oleh Abu Hurairah melainkan diriwayatkan olah Ibn Umar. Hadits tersebut memang diriwayatkan oleh Abu Hurairah tetapi tidak dikeluarkan oleh Bukhari melainkan dikeluarkan oleh al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir li al-Baihaqi[9].
E.     Kesimpulan
          Fatima mernissi adalah salah seorang pemerhati Islam dari Maroko. Kajiannya menggunakan anilisis sejarah dan feminis. Selain itu da mengangga bahwa marginalisasi perempuan dalam dunia Islam adlah karena adanya teks-teks keagamaan yang melegitimasinya, hadits.
          Pendapat Mernissi mendapat sanggahan dari Hidayat Nur Wahid, bahwa Mernissi kurang teliti dalam melakukan penelitian. Terlepas dari itu, Mernissi memberikan pelajaran bahwa agama dapat dilihat dari berbagai macam prespektif. Islam tidak melegitimasi terhadap marginalisasi perempuan. hanya praktek tersebut dalam tempat, waktu dan kondisi tertentu saja yang terjadi. Hal ini karena –meminjam istilah Fadzlurrahman- praktek legal formal Islam yang bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain.




[1]http://www.arabwomenwriters.com/index.php?option=com_content&view=article&id=73&Itemid=81
[2]Fatima Mernissi, Wanita di Dalam Islam, Bandung: Pustaka, 1994, hlm, 42
[3]Issa J. Boullata, Dekonstruksi Tradisi : Gelegar Pemikiran Arab Islam, Yogyakarta : LkiS, 2001, hlm. 185
[4]Fatima Mernissi, Ratu-ratu Islam yang terlupakan, Bandung:Mizan, 1994, hlm 11
[5]Issa J. Boullata, Dekonstruksi Tradisi : Gelegar Pemikiran Arab Islam, .... hlm. 185 
[6]Fatima Mernissi, Wanita di Dalam Islam, Bandung: Pustaka, 1994, hlm, 74
[7]Fatima Mernissi, Wanita di Dalam Islam, ... hlm, 97
[8] Fatima Mernissi, Wanita di Dalam Islam, Bandung: Pustaka, 1994, hlm, 97
[9]Lihat Shahih Bukhari no 4704, Lidwa Pusaka, Shahih Bukhari No 4704 Maktabah Syamilah dan al-Mu’jam al-Kabir li al-Baihaqi no. 943

Tidak ada komentar:

Posting Komentar