A. Biografi Fatima Mernissi
Fatima Mernissi adalah seorang sosiolog dan feminis maroko. Dia lahir di
Fez tahun 1940, dia memulai sekolah dasar di sekolah yang didirikan oleh
gerakan nasonalis, dan melanjutkan sekolah menengahnya di sekolah perempuan
yang dibiayai oleh protektorat perancis. Dan pada tahun 1957 dia belajar ilmu
politik di Universitas sorbonne dan Brandeis diamana dia mendapatkan gelar
doktoralnya[1].
Mernissi mengajar di Unversitas Mohammed V antara tahun
1974 dan 1981 pada mata kuiah metodologi, sosiologi dan psikologi keluarga. Dan
dia terkenal di kalangan internasional sebagai
seorang feminis Islam. Sebagai seorang feminis, mernissi melakukan fokus kajian
terhadap hubungan antara Islam dan perempuan. Dia menganalisa perkembangan
sejarah pemikiran Islam dan manifestasinya dalam dunia modern. Selanjutnya dia
lebih memfokuskan kajiannya terhadap rincian kehidupan Nnabi Muhamma. Dia meragukan vaiditas dari beberapa
hadits yang menyebabkan adanya subordinasi
perepuan dalam Islam. Keraguannya terhadap otenisitas hadits tidak merembet
pada kyakinannya terhadap otentisitas al-Qur’an.
Pada akhir tahun 1970an mernissi berhasil membuat
artikel untuk memperiodisasi posisi perempuan, dan perempuan dan Islam di maroko dalam prespktif sejarah. Pada tahun
2003, Mernissi mendapat penghargaan ratu Austria. Selain membuat artikel dia
juga aktif menulis, seingga banyak karya yang telah dihasilkannya dala tiga
bahasa (Arab, Inggris dan Perancis). Diantara karya dia :
perancis
- Sexe, ideologie
et Islam.
Paris:1983.
- Le harem
politique: Le prophete et ses femmes. Paris: 1987.
- Chehrazad
n'est pas Marocaine; Autrement, elle serait salariee! Casablanca:
1988.
- Sultanes
aubliees: Femmes chefs d'Etat en Islam. Paris: 1990.
- Reves de
femmes: Une enfance au harem (autobiographical novel),
translated 1996.
Inggris
- Dreams of
Trespass: Tales of a Harem Girlhood. (1995)
- Beyond the
Veil
- The Veil
and the Male Elite: A Feminist Interpretation of Islam
- Islam and
Democracy: Fear of the Modern World (1992)
- Forgotten
Queens of Islam
- Scheherazade goes West
- Islam,
Gender and Social Change
- Women's
rebellion & Islamic memory
(Arabic)
- الحريم السياسى
- أحلام النساء الحريم
- السلطانات
المنسيات
- شهرزاد
ترحل الى الغرب
- هل أنتم محصنون ضد الحريم
B. Metode dan Pemikiran
Fatima Mernissi tentang Hadits
Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa Fatima Mernissi adalah seorang
Sosiolog dan Feminis Islam. Dalam penelitannya dia menggunakan kacamata sejarah-politik
untuk memehami objek kajiannya. Sehingga dalam hadits, Mernissi sangat
memperhatikan aspek-asepek yang melatar belakangi kemunculan (Asbab Wurud)
hadits tersebut. Bahkan dia memandang bahwa hadits telah menjadi senjata
politik yang sangat ampuh[2].
Mernissi dalam penelititnnya menggunakan metode berupa analisa hubungan
laki-laki dan perempuan sebagai sebuah entitas dalam sistem Islam[3].
Mernissi berpendapat bahwa dalam penelitian hadits, seorang peneliti harus
melakukan kajian terhadap teks/matan hadits, sanad hadits dan sejarah
transmisi matan hadits (tarikh al-mutun). Selain itu dia juga tidak
menyapakati konsep keadilan sahabat. Ini terlihat dari pendiskripsiannya secara
mendalam terhadap Abu Bakrah dan Abu Hurairah. Dalam penelitiannya dia juga
berupaya untuk mengangkat posisi wanita di ranah sosial masyarakat Islam. Dia
menganggap bahwa dalam sejarah Islam ada usaha untuk melakukan legitimasi
kekuatan elit tertentu. tindakan tersebut telah dimulai sejak meniggalnya Nabi,
yaitu ketika proses pemilihan khalifah pengganti nabi di Tsaqifah. Usaha Abu
Bakar dan Umar untuk mengambil kekuasaan untuk kaum muhajirin dari anshar
dianggap oleh Mernissi sebagai proses elitisasi agama Islam.
Proses elitisasi peran keagamaan tersebut berimplikasi terhadap peran
wanita dalam ranah publik. Menurut dia, dalam sejarah Islam banyak banyak
terjadi penghapusan sejarah resmi peran wanita dalam ranah publik. Dalam
sejarah Islam banyak perempuan yang berkarir dan ikut andil dalam kerajaan,
akan tetapi nama mereka tidak dikenal oleh generasi Islam sekarang, sebut saja Sultanah
Radiyah, Khayzuran (Istri al-Mahdi), Malikah Asmah dan Malikah Radiyah (Yaman)
dan lainnya[4].
Mernissi berpendapat bahwa proses marginalisasi perempuan dalam Islam bukanlah
berasal dari fenomena sosial keagamaan, melainkan disebabkan ekspresi politis
dari sebuah distribusi kekuatan, otoritas dan refleksi ekonomis sehingga
membentuk aturan sosial yang total dan koheren. Dalam kajian tentang posisi
perempuan, Mernissi merujuk pada al-Qur’an, Hadits, Ihya’ Ulum al-Din, Sirat
al-Nabi dan Thabaqat al-Kubra. Dia merumuskan bahwa perempuan baik
di Barat ataupun Islam merupakan korban sistem sosial yang mendiskriminasikan
perempuan[5]
C. Hadits-hadits Misogini
Fatima Mernissi
Fatima Mernissi, sebagai seorang Feminis Islam yang konsen pada kajian
sejarah-politik dan hadits, menemukan teks-teks hadits yang, menurut dia,
berupaya mendiskredit dan memarginalkan perempuan. Diantaraya adalah hadits
yang diriwayatkan oleh Abu Bakrah
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ الْهَيْثَمِ حَدَّثَنَا عَوْفٌ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ
أَبِي بَكْرَةَ قَالَ لَقَدْ نَفَعَنِي اللَّهُ بِكَلِمَةٍ سَمِعْتُهَا مِنْ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَّامَ الْجَمَلِ بَعْدَ مَا
كِدْتُ أَنْ أَلْحَقَ بِأَصْحَابِ الْجَمَلِ فَأُقَاتِلَ مَعَهُمْ قَالَ لَمَّا
بَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ أَهْلَ فَارِسَ
قَدْ مَلَّكُوا عَلَيْهِمْ بِنْتَ كِسْرَى قَالَ لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا
أَمْرَهُمْ امْرَأَةً
Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Haitsam Telah menceritakan kepada
kami Auf dari Al Hasan dari Abu Bakrah dia berkata; Sungguh Allah telah
memberikan manfaat kepadaku dengan suatu kalimat yang pernah aku dengar dari
Rasulullah, -yaitu pada waktu perang Jamal tatkala aku hampir bergabung dengan
para penunggang unta lalu aku ingin berperang bersama mereka.- Dia berkata; 'Tatkala
sampai kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa penduduk Persia
telah di pimpin oleh seorang anak perempuan putri raja Kisra, beliau bersabda:
"Suatu kaum tidak akan beruntung, jika dipimpin oleh seorang wanita."
Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Bakrah ketika Aisyah dikalahkan dalam
perang melawan Ali Bin Abi Thalib. Mennisi melihat bahwa Abu Bakrah idak dapat
dipercaya haditsnya soalnya beberapa hadits yang dia riwayatkan, secara
politis, menguntungkan dia. Diantaranya
dalah ketika konflik antara Muawiyah dan keluarga Ali, dia mengambi perkataan
Nabi yang menjelaskan bahwa Hasan adalah orang yang akan mendamaikan damai[6].
Selain Riwayat Abu Bakrah, ada juga riwayat dari Abu Hurairah
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: إِنْ كَانَ الشُّؤْمُ فِي
شَيْءٍ فَفِي الدَّارِ وَالْمَرْأَةِ وَالْفَرَسِ
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Sekiranya kesialan itu ada pada sesuatu, maka niscaya akan
terdapat kuda, wanita dan rumah."
Pada hadits ini, menurut Mernissi, Abu Hurairah mendapat kritikan dari
Aisyah, karena menurut Aisyah Abuu Hurairah datang pada nabi ketika pertengahan
pembicaraan, padahal orang yang melakukan pendapat itu bukanlah nabi melainkan
orang-orang Yahudi[7].
Mernissi menganggap bahwa Abu Hurairah adalah sahabat yang selalu
bersitegang dengan A’isyah, sehingga dia mengupayakan untuk mendiskreditkan
perempuan. Mernissi mengemukakan cerita tentang hubungan antara Aisyah denga
Abu Hurairah.
Pada suatu hari, Abu Hurairah kehilangan
kesabarannyadan mencoba mempertahankandiri atas serangan yang dilancarkan A’isyah,
ketika Aisyah berkata “Abu Hurairah, engkau telah menyatakan suatu hadits yang
belum pernah kamu dengar.” Abu hurairah menjawab “wahai Ibu, seumur hidup, saya
mengumpulkan hadits, sementara engkau terlalu sibuk dengan celak mata dan
cerminmu”
Selain Abu Bakrah dan Abu Hurairah, mernissi juga mengkritisi sahabat
Abdullah bin Umar. Menurut dia, Ibn Umar juga meriwayatkan hadits-hadits
misogini, seperti Sabda Nabi “saya melihat ke surga dan saya saksikan bahwa
sebagian besar penghuninyaadalah kaum miskin. Ketika saya melihat keneraka.
Saya saksikan sebagian besar penghuninnya adalah kaum wanita”.[8]
Selain mengkritik para sahabat, Mernissi juga melakukan kritikan terhadap
Bukhari. Menurut dia Buhari tidak melakukan analisa kritis terhadap
hadits-hadits misogini. Dia seperti menganggap bahwa hadits yang tersebut tidak
ada permasalahan. Padahal menurut Mernissi ada hadits dari Aisyah yang
mengkritisi hadits-hadits misogini tersebut. Dari semua ini, Mernissi
menyimpulkan bahwa ada kelalaian yang direkayasa untuk menutupi sebuah
kebenaran.
D. Pandangan terhadap Fatima
Mernissi
Kitik terhadap Fatima Mernissi antara lain datang dari Hidayat Nur Wahid.
Dia menerangkan bahwa Fatima Mernissi salah sasaran dan terlalu membabi buta
dalam menkritik. Tentang Bukhori, dia mengkritk kenapa dia tidak menganilisis Hadits
Abu Hurairah dan tetap menampilkan hadis misogini. Kelemahan mernissi adalah
dia tidak memahami judul bab, dimana hadits itu ada.
Selain itu menurut penulis, sepanjang penelitian yang telah dilakukan,
Merniss terlalu mencurahkan perhatian kritiknya terhadap Abu Bakrah, Abu
Hurairah dan Bukhari, padahal hadits-hadits Misogini juga diriwayatkan oleh Ibn
Umar. Bahkan hadits-hadits yang menurut Mernissi diriwayatkan oleh Abu Hurairah
yang ditakhrij oleh Bukhari, tidaklah diriwayatkan oleh Abu Hurairah melainkan
diriwayatkan olah Ibn Umar. Hadits tersebut memang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah tetapi tidak dikeluarkan oleh Bukhari melainkan dikeluarkan oleh
al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir li al-Baihaqi[9].
E. Kesimpulan
Fatima mernissi adalah salah
seorang pemerhati Islam dari Maroko. Kajiannya menggunakan anilisis sejarah dan
feminis. Selain itu da mengangga bahwa marginalisasi perempuan dalam dunia
Islam adlah karena adanya teks-teks keagamaan yang melegitimasinya, hadits.
Pendapat Mernissi mendapat
sanggahan dari Hidayat Nur Wahid, bahwa Mernissi kurang teliti dalam melakukan
penelitian. Terlepas dari itu, Mernissi memberikan pelajaran bahwa agama dapat
dilihat dari berbagai macam prespektif. Islam tidak melegitimasi terhadap
marginalisasi perempuan. hanya praktek tersebut dalam tempat, waktu dan kondisi
tertentu saja yang terjadi. Hal ini karena –meminjam istilah Fadzlurrahman- praktek
legal formal Islam yang bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain.
[1]http://www.arabwomenwriters.com/index.php?option=com_content&view=article&id=73&Itemid=81
[3]Issa J. Boullata, Dekonstruksi Tradisi : Gelegar Pemikiran Arab Islam,
Yogyakarta : LkiS, 2001, hlm. 185
[7]Fatima Mernissi, Wanita di Dalam Islam, ... hlm, 97
[9]Lihat Shahih Bukhari no 4704, Lidwa Pusaka, Shahih Bukhari No
4704 Maktabah Syamilah dan al-Mu’jam al-Kabir li al-Baihaqi no. 943
Tidak ada komentar:
Posting Komentar