PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Ahli Kitab adalah sebutan bagi umat Yahudi dan Nashrani di dalam
Al-Qur'an. Dinamakan demikian karena Allah telah mengutus nabi-nabi yang
membawa kitab suci yaitu Taurat melalui Nabi Musa dan Injil melalui Nabi Isa. Dengan
kedatangan Nabi Muhammad dan diturunkannya Al-Quran, ahli kitab ini ada yang
menerima dan ada yang menolak kerasulan Muhammad maupun kebenaran Al-Quran dari
Allah. Penafsiran secara umum diterima bahwa kitab-kitab sebelum datangnya
Islam adalah Taurat, Zabur dan Injil. Dalam masalah penyembelihan hewan qurban,
bila dilakukan ahli kitab; dihalalkan, asalkan niatnya hanya untuk allah
semata.
Ahli kitab sudah ada sejak dulu, bahkan sampai sekarang. Dengan
penjelasan dari nash-nash, tampak bagaimana seharusnya kita (umat islam)
membangun hubungan sosial dengan mereka. Terlepas dari ajaran bahwa seharusnya
para ahli kitab mengikuti ajaran Nabi Muhammad sebagai penerus dari Nabi-Nabi
mereka. Namun kenyataannya sampai sekarang masih ada dari mereka yang memegangi
ajaran Nabi-nabi mereka. Sekaligus tetap berpegang pada kitab-kitab agama
mereka.
Dari nash-nash yang menjelaskan mengenai ahli kitabpun masih
menimbulkan beberapa perbedaan penafsiran dari kalangan para ulama tafsir.
Diantaranya yang dimaksud ahli kitab dalam al-Qur,an itu seluruh ahli kitab
atau ahli kitab yag masih ada pada Zaman Nabi. Bagaimana pula hukumnya jika
seorang muslim menikah dengan ahli kitab atau sebaliknya, dan bagaimna
hubungan-hubungan yang lain yang kemungkinan besar terjadi dalam kehidupan
sosial.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana penafsiran ayat-ayat mengenai ahli kitab?
2. Bagaimana kontekstualisasinya pada zaman sekarang?
PEMBAHASAN
1.
Penafsiran
A.
QS. Al-Baqarah
: 109
وَدَّ
كَثِيرٌۭ مِّنْ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ لَوْ يَرُدُّونَكُم مِّنۢ بَعْدِ إِيمَٰنِكُمْ
كُفَّارًا حَسَدًۭا مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم مِّنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ
ٱلْحَقُّ ۖ فَٱعْفُوا۟ وَٱصْفَحُوا۟ حَتَّىٰ يَأْتِىَ ٱللَّهُ بِأَمْرِهِۦٓ ۗ
إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍۢ قَدِيرٌۭ
“ Sebahagian besar ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat
mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, Karena dengki yang
(timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka
ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya[82]. Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
[82] Maksudnya: keizinan
memerangi dan mengusir orang Yahudi.
Mufrodat
وَدَّ كَثِيرٌۭ : Sebahagian besar
: karena dengki yang timbul dari diri mereka sendiri.
حَسَدًۭا مِّنْ عِندِ أَنفُسِهِم
Asbabun Nuzul
Ibnu Humaid menceritakan kepada kami, katanya, Salamah menceritakan
kepada kami, katanya, Ibnu Ishaq menceritakan kepadaku, katanya, Abu Kuraib
menceritakan kepada kami, katanya, Yunus bin Bukair menceritakan kepada kami,
katanya Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada kami, katanya Muhammad bin Abi
Muhammad budak Zaid bin Tsabiq menceritakan kepada kami, katanya, Said bin
Jubair menceritakan kepadaku atau Ikrimah dari Ibnu Abbas berkata, bahwa Hay
bin Akhtab dan Abu Yasir bin Akhtab adalah orang-orang Yahudi yang paling benci
kepada orang-orang Arab, karena Allah telah mengistimewakan mereka dengan
munculnya seorang utusan di antara mereka (Nabi Muhammad). Yahudi dan Nasrani
adalah orang-orang yang berusaha memurtadkan manusia dari Islam dengan semampu
mereka, maka Allah menurunkan kepada mereka surat al-Baqarah ayat 109.[1]
Tafsir Ayat
Ayat ini sekali lagi memperingatkan bahwa banyak di antara ahli
Kitab, yakni orang Yahudi dan Nasrani, menginginkan dari lubuk hati
mereka disertai dengan upaya nyata seandainya mereka dapat mengembalikan
kamu semua setelah keimanan kamu kepada
Allah dan Rosul-Nya kepada kekafiran, baik dalam bentuk tidak
mempercayai tauhid dan rukun-rukun iman maupun kekufuran yang bersifat
kedurkahaan serta pelanggaran pengamalan agama. Ini disebabka karena iri
hati yang timbul dari kedengkian yang amat besar yang terpendam dalam diri
mereka. Karena itu jangan duga kamu bisa menginsafkan mereka, apalagi sikap
mereka itu bukan karena tidak tahu. Sikap mereka itu justru setelah nyata
bagi kebenaran . maka, maafkan yakni perlakukan mereka dengan perlakuan
orang yang memaafkan yang bersalah dan biarka mereka, seakan-akan engkau
tidak mengetahui niat buruk mereka. Maafkan dan biarkan sampai Allah
mendatangkan perintah-Nya. Dan ketika itu, ikuti tuntunan Allah karena itu
pasti menenangkan kamu dan mengalahkan mereka, atau sampai datang ketentuan
Allah yang memuaskan kamu, yaitu memerangi mereka atau memaksa mereka membayar jizyah
karena sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatau.
Ayat ini menyatakan :banyak ayat di antara ahli Kitab, bukan
semuanya dan bukan kebanyakan, sebagaimana diterjemahkan oleh sementara
penerjemah. Jika ada sepuluh lembar kertas, tiga di antaranya berwaarna merah
dan selebihnya bgerwarna putih, yang iga dapat dikatakan banyak, bukan
kebanyakan. Apabila tiga itu dikatakan kebanyakan maka keliru. Jika yang
berwarna merah ada tujuh maka boleh berkata kebanyakan dan boleh juga berkata
banyak karena semua yang lebih dari dua adalah banyak.
Dalam ayat ini, Allah mengingatkan hamba-Nya yang beriman agar
tidak menempuh jalan orang-orang kafir dari Ahlul Kitab. Allah juga memberitahu
mereka tentang permusuhan orang-orang kafir terhadap mereka, baik secara
bathiniyah maupun lahiriyah. Dan berbagai kedengkian yang menyelimuti mereka
terhadap orang-orang mukmin karena mereka mengetahui kelebihan orang mukmin dan
Nabi mereka. Selain itu Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk
berlapang dada dan memberi maaf sampai tiba saatnya allah mendatangkan
pertolongan dan kemenangan.[2]
B.
QS. al-Imran :
113
لَيْسُوا۟
سَوَآءًۭ ۗ مِّنْ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ أُمَّةٌۭ قَآئِمَةٌۭ يَتْلُونَ ءَايَٰتِ
ٱللَّهِ ءَانَآءَ ٱلَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُونَ
Artinya:
mereka itu tidak sama, di antara ahli kitab itu ada golongan yang berlaku
lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang
mereka juga bersujud (sembahyang).
Mufrodat
-
لَيْسُوا۟
سَوَآءًۭ
: mereka
itu tidak sama, yakni berbeda dari perilaku ahl kitab yang lain
-
أُمَّةٌۭ
قَآئِمَةٌۭ : golongan yang berlaku lurus
Asbabu
al-Nuzul
Ketika
Abdullah bin Salam dan sahabat-sahabatnya masuk islam, Ahyar al-Yahudi
berkata,” Tidaklah orang yang beriman kepada Muhammad kecuali dia adalah
seburuk-buruknya orang diantara kita walaupun dia termasuk orang-orang terbaik
kita selama dia meninggalkan agama bapak-bapak mereka”. Kemudian Abdullah bin
salam dan sahabat-sahabatnya berkata,” Kalian sungguh telah kafir dan rugi”.
Setelah itu Allah menurunkan surat Ali Imran: 113[3].
Tafsir Ayat
Allah
Maha Adil, semua makhluk, termasuk manusia adalah hamba-Nya. Disamping yang
buruk ada pula yang baik. Kalau yang buruk, akan dinyatakan buruk, tapi Allah
tidak lupa menyebutkan yang baik.
Ahlu
kitab bukanlah sebuah golongan yang bisa disamakan semuanya, diantara mereka
ada pula kelompok yang mengikuti jalan lurus, yaitu agama Allah. Mereka juga
ada yang membaca ayat-ayat Allah dan bertahajud pada malam hari[4].
“Tidaklah
mereka sama, diantara ahlu kitab ada yang lurus”. Maksudnya yang jujur, yang
juga menginginkan kebenaran dan kebaikan. “Mereka membaca kitab-kitab Allah di
tengah malam dan merekapun merendahkan diri”. Kitapun harus menghargai pegangan
mereka, meskipun kita berpendapat bahwa antara kitab-kitab yang mereka pegang
dikatakan Taurat, Zabur atau injil itu telah tercampur aduk, antara wahyu asli dengan tulisan tangan manusia,
namun tulisan tentu ada juga. Kalau kita perhatikan didalam Zabur dan Mazmur,
kita akan menemukan berbagai doa dan munajat kepada Tuhan yang dapat
mendatangkan khusyu’ bagi mereka dan dapat dibaca di tengah malam[5].
Pada umumnya, ulama-ulama tafsir memahami kelompok yang dibicarakan
oleh ayat tersebut adalah ahli kitab yang memeluk agama Islam. Syaikh Mutawalli
asy-sya’rawi bahkan menjadikan penutp ayat 113 di atas sebagai bukti bahwa yang
dimaksud adalah orang-orang Yahudi yang telah masuk Islam karena, katanya,
bahwa orang-orang Yahudi tidak mengenal shalat malam sehingga firman Allah di
sini bahwa mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari,
sedang mereka juga bersujud, yakni shalat, membuktikan bahwa mereka telah
masuk Islam karena hanya umat Islam yang mengenal shalat malam.[6]
C.
QS. al-Maidah :
51
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَتَّخِذُوا۟ ٱلْيَهُودَ وَٱلنَّصَٰرَىٰٓ أَوْلِيَآءَ ۘ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍۢ ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُۥ
مِنْهُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّٰلِمِينَ
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka
adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. barangsiapa diantara kamu mengambil
mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
Mufrodat
-
لَا
تَتَّخِذُوا۟ ٱلْيَهُودَ وَٱلنَّصَٰرَىٰٓ : , janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani.
-
أَوْلِيَآءَ : pemimpin
Asbabun Nuzul
Ketika Abdillah
bin Ubayyin bin Salul (seorang tokoh kaum munafikin Madinah) dan Ubadah bin
shamit (seorang tokoh Muslim dari bani Khazraj) terlibat dalam ikatan
perjanjian untuk saling bela membela dengan kaum Yahudi Qainuqa, yang ketika
itu Bani Qunaiqa baru terlibat pertempuran dengan Rosulullah SAW, Ubadah bin
Shamit berangkat menghadap Rosulullah untuk membersihkan diri dari ikatan
perjanjian dengan kaum Yahudi Qainuna tersebut. Dia ingin membersihkan diri
kepada Allah dan Rosul-Nya serta menggabungkan diri kepada tentara kaum
muslimin. Dia berbai’at dengan setulus hati untuk membela panji-panji Islam di
bawah pimpinan Rosululllah. Sedangkan Abdillah bin Ubayyin bin Salul tidak
melibatkan diri dalam pertempuran tersebut. Peristiwa itu telah
melatar-belakangi turunnya ayat ke-51 yang dengan tegas memberi peringatan
terhadap orang-orang yang beriman agar selalu taat kepada Allah dan Rosul-Nya.
Di samping itu diturunkannya ayat ini sebagai larangan mengangkat orang-orang
Yahudi dan Nasrani sebagai pimpinan (agama) bagi kaum muslimin.[7]
Ada juga yang menjelaskan sebab turunnya ayat ini tentang kisah
perang Uhud ketika kaum muslim dihinggapi rasa takut, hingga sekelompok orang
dari mereka berniat untuk menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai
pemimpin.[8]
Tafsir Ayat
Surat al-Maidah
ayat 51 ini menjelaskan tentang tidak dibolehkannya menjadikan orang-orang
Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Yang dimaksud dengan orang-orang yang
tidak dibolehkan untuk menjadi pemimpin dalam ayat ini adalah orang munafik[9]
yakni orang yang lebih suka mengikuti hukum jahiliyah dan mengabaikan hukum
Allah, bahkan bermaksud memalingkan kaum muslimin dari apa yang telah diperintahkan
oleh Allah[10].
Orang yang menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin itu telah
menentang Allah dan Rosul-Nya, sebagaimana orang-orang Yahudi dan Nasrani itu
menentang Allah dan Rosul-Nya, sehingga mereka pasti menjadi musuh Allah dan
Rosul-Nya sebagaimana orang yahudi dan Nasrani itu menjadi musuh Allah dan
Rosul-Nya. Mereka akan masuk neraka sebagaimana orang Yahudi dan Nasrani masuk
neraka, sehingga dia akan menjadi bagian dari mereka.[11]
Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim yakni tidak
menunjuki dan tidak mengantar menuju jalan keahagiaan duniawi dan ukhrawi.
D.
QS. al-Maidah :
59
قُلْ يَٰٓأَهْلَ
ٱلْكِتَٰبِ هَلْ تَنقِمُونَ مِنَّآ إِلَّآ أَنْ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَمَآ
أُنزِلَ إِلَيْنَا وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبْلُ وَأَنَّ أَكْثَرَكُمْ فَٰسِقُونَ
“Katakanlah: "Hai ahli kitab, apakah kamu memandang kami
salah, Hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa yang diturunkan
kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya, sedang kebanyakan di
antara kamu benar-benar orang-orang yang fasik ?”
Asbab al-Nuzul
Sekelompok orang
Yahudi antara lain Abu Yasin bin Akhthab, Nafi’ bin Abi Nafi’, dan Ghazi bin
Umar datang menghadap Nabi saw. Menanyakan tentang Rosul yang mana yang beliau
Imani. Nabi saw menjawab : “aku beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan
kepada Ibrahim, isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan
kepada Musa dan Isa dan apa yang diturunkan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka
: tidaklah kami perbedakan seorang juga diantara mereka dan kami tunduk kepda
Allah.” Ketika Nabi menyebutkan nama Isa mereka mengingkari kenabiannya dan
berkata : “tidaklah kami beriman kepada Isa dan tidak beriman pula kepada orang
yang beriman kepada Isa.” Maka Allah menurunkan ayat ini.[12]
Tafsir Ayat
Allah berfirman, hai Muhammad katakanlah kepada orang-orang dari
kalangan ahlul kitab yang menjadikan agamamu sebagai bahan ejekan, dan semua
yang berperilaku seperti mereka, apakah kamu memandang kami salah dan
mengecam perbuatan kami, yakni tidak ada yang menjadikan kamu memandang kami
bersalah hanya kami beriman kepada Allah, Tuhan yang Maha Esa dan
beriman juga kepada apa yang diturunkan kepada kami sambil melaksanakan
tuntunannya dan juga beriman kepada apa yakni kitab suci yang diturunkan
sebelumnya, kepada para nabi yang lalu seperti Taurat, Injil, Zabur dan
wahyu-wahyu Allah yang lain dan yang dibenarkan kandungannya oleh kitab suci
kami. Dan itu semua kami percaya dan hormati. Itu semua adalah hal-hal yang
baik dan terpuji, tidak wajar dicela atau dipersalahkan tetapi karena kenyataan
menunjukkan bahwa kebanyakan diantara kamu , wahai ahli Kitab adalah orang-orang fasik yang benar-benar
telah keluar dari tuntutan agama sehingga kamu mengecam dan mempersalahkan
kami.
Wa anna
aktsarakum fasiquun dapat juga dipahami sebagai lanjutan dari alasan
mengapa mereka mengecam. Dengan demikian, ayat ini menyatakan bahwa kecaman
mereka disebabkan karena kami beriman dan kami percaya bahwa kebanyakan di
antara kalian adalah orang-orang fasik. Memang, salah satu sebab kebencian
non-Muslim terhadap orang-orang Muslim adalah karena keyakinan umat Islam
tentang kesesatan ajaran mereka.[13]
2.
Kontekstualisasi
Dalam surat Al-Baqoroh ayat 109 menjelaskan kepada kita bahwa ahl
kitab merasa tidak suka terhadap orang-orang yang telah masuk Islam dan
menginginkan agar kembali kedalam kekafiran, faktornya tidak lain karena
dilatar belakangi sifat dengki ahl kitab terhadap Islam. Hal ini memberi pesan moral kepada kita jika
dalam berinteraksi social kita menjumpai kelompok ataupun individu yang merasa
dengki dengan apa yang kita miliki, maka Al-Qur’an menyerukan untuk memaafkan
dan tidak menggubris mereka untuk menghindari adanya ketidak serasian dalam
berinteraksi sosial yang akan timbul dari masalah tersebut. Rasa dengki
merupakan salah satu penyakit hati yang menginginkan nikmat yang ada pada orang
lain hilang dari orang itu, bahkan ingin agar nikmat tersebut jatuh
ketangannya. Sifat ini kalau dibiarkan menguasai diri akan menjadi jalan
kemodlorotan bagi diri sendiri dan orang lain. Kemadlorotan terhadap diri sang
pendengki sendiri adalah adanya tekanan perasaan dan kehidupan orang lain akan
hancur.[14]
Islam mengajarkan manusia sebagai mahkluk social yang diciptakan
berpasang-pasangan untuk mengadakan interaksi dengan sesamanya tanpa melihat
jenis jenis kelamin, suku, bangsa dan agama. Dalam interaksi social, Islam
tidak mendiskriminasikan seseorang lantaran agamanya sebagai alasan untuk tidak
menjalin hubungan kerjasama, apalagi mengambil sikap tidak bersahabat. Dalam
surat Al-Imran diterangkan bahwa dalam ayat tersebut menggunakan redaksi
sebagian banyak dari ahl kitab, hal ini mengisyaratkan bahwa juga ada ahl kitab
yang bersikap baik terhadap Islam. Al-Qur’an sama sekali tidak melarang seorang
muslim untuk berbuat baik kepada siapa pun selama mereka tidak memerangi kaum
muslim dengan motivasi keagamaan atau mengusir kaum muslim dari negeri mereka.
Hal ini berarti bahwa Islam tidak menjadikan perbedaan agama sebagai alasan
untuk tidak menjalin interaksi social.[15]
Akan tetapi, walaupun kita sebagai ummat Islam tidak adanya
larangan untuk berinteraksi sosial dengan pemeluk agama lain, dalam surat
Al-Maidah ayat 51 melarang ummat Islam untuk mengangkat seorang pemimpin dari
ahl kitab. Kepemimpinan disini adalah pemimpin dalam urusan-urusan keagamaan atau
dalam lingkup masyarakat muslim, bukanlah pemimpin dalam urusan-urusan
kenegaraan dalam konteks Indonesia yang plural. Hal ini dikarenakan jika
terdapat suatu problem sosial pada masyarakat muslim yang dapat mengetahui
tentang pemecahan problem tersebut adalah pemimpin yang mengetahui tentang
Islam itu sendiri. Disamping itu untuk menghindari munculnya
kepentingan-kepentingan ideologi suatu kepemimpinan terhadap ummat Islam
apabila masyarakat muslim tersebut dipimpin oleh non-muslim.
Selanjutnya, dalam melakukan interaksi antara individu dengan
individu lain atau kelompok dengan kelompok lain kita seharusnya melepaskan
agama sebagai doktrin dalam bersosial (masyarakat plural). Pada surat Al-Maidah
ayat 59 disitu dijelaskan bahwa orang-orang non-muslim menganggap salah
terhadap kaum muslim hanya karena beriman kepada apa yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW. Hal ini dikarenakan adanya doktrin dari agama yang dianutnya dan
doktrin tersebut dibawa kedalam interaksi social yang tidak jarang hal tersebut
akan berdampak pada terjadinya konflik keagamaan pada masyarakat. Dapat
disimpulkan bahwa dalam bersosial sepatutnya kita saling menghargai antar umat
beragama agar dalam suatu masyarakat tercipta kehidupan yang harmonis.
KESIMPULAN
-
Yang dimaksud
ahl kitab disini adalah Yahudi dan Nasrani
-
Rasa dengki
adalah suatu sifat tercela yang harus kita hindari dalam melakukan interaksi
social untuk tercapainya suatu keharmonisan.
-
Tidak semua ahl
kitab adalah negative, tapi ada juga yang positif yang patut kita hargai dan
hormati.
-
Suatu
kepemimpinan tidak akan berjalan lancar/sejalan kalau berbeda ideology
-
Dalam bersosial
masyarakat seharusnya saling menghargai antar umat beragama dalam masyarakat
plural.
[1] Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari. Tafsir ath-Thabari Jilid 2.
Terj Ahmad Affandi. Jakarta.Pustaka Azzam.2008.hlm 385
[2]Abdullah bin Muhammad bin abdurrahman.Tafsir Ibnu Katsir jilid
1.putaka Imam Syafi’i 2008. Hlm 223
[3] Ali Al-Shabuni, Shafwatu
al-Tafasir, ( Beirut: Darul Fikr, 2001), hlm. 204
[4] Ibid
[5] Hamka, Tafsir al-Azhar,
(Singapura: Pustaka Nasional, 1990), hlm. 896
[6] M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah pesan, kesan dan keserasian
al-Qur’an volume :2. Jakarta, Lentera Hati, 2002. Hlm 227-228.
[7] A. Mudjab Mahali. Asbabun Nuzul (Studi Pendalaman al-Quran).Jakarta.
Rajawali Press, 1989.hlm 34-35.
[8] Syaikh Imam al-Qurthubi. Tafsir
al-Qurthubi Jilid 6.jakarta.Pustaka Azam. 2008.hlm 518
[9] Ibid
[10] M. Qurais Shihab. Tafsir al-Misbah volume 3.Jakarta.Lentera Hati.2009.hlm
149.
[11]Syaikh Imam al-Qurthubi. Tafsir
al-Qurthubi Jilid 6.jakarta.Pustaka Azam. 2008.hlm 520.
[12] A. Mudjab Mahali. Asbabun Nuzul (Studi Pendalaman al-Quran).Jakarta.
Rajawali Press, 1989.hlm 221-222
[13] M. Qurais Shihab. Tafsir al-Misbah volume 3.Jakarta.Lentera
Hati.2009.hlm 170
Tidak ada komentar:
Posting Komentar